Random


Entah mengapa aku gak pernah suka dan nyaman dengan seseorang yang selalu ngajak "guyon", gak pernah mau serius. Emang sih aku akui, aku gak punya selera humor. Kadang ketika ada salah satu teman yang lagi ngelawak atau ada acara parodi komedi pun aku butuh banyak waktu untuk mencerna, sampai terkadang dan ini sangat parah, teman-temanku akan menjelaskan lawakan mereka sendiri sampai aku jelas, kalau emang masih enggak ngerti juga, banyak dari mereka memutuskan untuk membiarkan aku dalam kebingungan dan ketidak pahaman. Hehe, makasih :( !!! Tidak sedikit dari mereka akan menelan kecewa karena lawan bicara mereka enggak pernah tertawa atau nyambung dengan pembahasan mereka. Xixixi, maaf ya teman-teman jadi garing begini :) :*

Hahhhh.... Ini semua karena keterbatasan selera humor atau aku ini emang telat mikir atau aku terlalu jaim dengan kekonyolan yang mereka buat sih?!? Entah yang jelas aku enggak suka membahas masalah konyol yang berbau komedi. Aku tidak begitu interest sama topik macam itu.

Dasarnya manusia kerdil seperti aku ini cuma belajar dari banyak teman yang sangat hebat diluar sana, sampai sesuatu yang tidak aku suka jadi sedikit bisa aku mengerti. Hidup jangan terlalu sering dibuat serius, tapi enggak boleh main-main juga. Mungkin maksud dari mereka keseimbangan kali ya? Kalau antara serius dengan santai alias woles musti balance.

Kali ini aku mencoba untuk menjadi orang yang paling konyol dalam hal menulis, awalnya aku lebih suka menulis dan membahas kajian penting dan berat, jadi kalau misalkan tulisan ini tampak aneh dan membuat kalian terkaget-kaget atau garing harap maklum saja.

Semalam aku jalan sama teman-teman teaterku dulu, mereka semua anak-anak kreatif dan rajin banget tertawa, sampai terkadang aku heran sama mereka. Banyak orang menilaiku nggak bisa bercanda atau enggak punya selera humor, tapi kalau aku ngomong atau gerak sedikit mereka akan tertawa sampai terpingkal-pingkal, aneh.

Tapi beginilah letak non-fiksinya, aku hampir dibuat shock, speechless dan heran yang berkepanjangan gegara salah satu teman yang bicara seolah dia seperti para comic yang sedang ber-stand up comedy. Dan dari sekian banyak waktu aku berjumpa dengannya, penilainku terhadapnya benar-benar berubah drastis tadi malam. "Ya ampun, ini anak tadinya kan pendiam, kenapa jadi suka ngelawak begini sih, tapi aku enggak ngerti dia ngomong apa, kenapa yang lain pada tertawa sementara aku enggak?!? Letak humornya dimana sih???" dalam benak yang berkeheranan dan mencoba berpikir keras...

Teman-teman yang lain juga melihatku heran, haduh aku jadi kayak orang paling bodoh nih ~ zzzttttt.  Topik berlanjut sambil menikmati roti bakar dan segelas es teh tawar. Dengan mengepulkan rokok sambil berbicara lantang temanku ini berhasil menjadi pusat perhatian banyak orang.

Karena lapar kami putuskan untuk membeli makanan yang lebih bisa mengeyangkan perut, kami tertarik dengan sosis bakar yang menggoda nafsu makan kita. Aku pesan dua sosis bakar untuk aku bawa pulang, dalam keheningan temanku ini menunjukan spanduk kios sosis bakar. Nih gambarnya....

(Dok: Pribadi)
Temanku bilang untuk sejenak merenungkan text line yang ada di spanduk itu, aku berpikir keras, emang apa yang aneh dengan spanduknya. Kedua temanku sudah mulai tertawa dengan asyiknya, aku jadi makin bingung. Aku coba kembali berkonsentrasi untuk kembali memecahkan apa yang lucu di spanduk itu. Aku menyerah dan kembali bertanya kepada mereka dengan sungguh-sungguh.

Dengan sedikit berbisik, temanku berusaha membuatku paham. "Cobah deh kamu lihat dengan benar teks yang tertulis disitu, kenapa namanya sosis papa? Kenapa bukan mama, malah disitu tertulisnya begini MAMA JUICE dan SOSIS PAPA". "Ahhhh embuh, aku gak ngerti! Cobalah jelaskan" kataku. Semua jadi tertawa. "Itu hlo makna dibalik kata dalam spanduk sangat-sangat jorok, kenapa ditulis sosis papa bukan mama, kan yang punya sosis itu papa, mama cukup makan sosisnya aja." Temanku menjelaskan, semua langsung pada tertawa begitupun aku. Udah ah ceritanya sekian dan jangan dilanjutkan, penuh sensor.

Begitulah ketika orang-orang kreatif ini saling berlomba tertawa, siapa kiranya yang akan menjadi tertawa paling merdu dan syahdu malam itu, yang jelas semuanya gagal. Hehehe... Iyalah, mana ada tertawa merdu. Yang penting si kerdil ini mulai paham, serius itu penting, bercanda itu sebuah keharusan. Are you still human kan... :D ngomong sama diri sendiri :) 

Pasar Malam


Pasar malam merupakan hiburan rakyat murah meriah yang banyak digemari oleh semua kalangan dari mulai anak-anak, remaja hingga orang dewasa sekalipun. Terang benderang lampu menyala terang, berjejer juga pilihan kuliner dari mulai penganan tradisional dan modern yang harganya relatif murah membuat suasana pasar malam menjadi terasa sangat istimewa. Saking ramenya tempat ini, tak kelak banyak sekali para pebisnis yang memanfaatkan peluang tersebut. Banyak dari mereka berbisnis jasa dengan merentalkan mobil remot, sepeda hias maupun elektronik juga becak cinta.  Bayangkan saja, setiap becak cinta memiliki alat pemutar musik yang disertai dengan sound-systemnya, tentu malam menjadi semakin heboh karenanya.

Orang Pekalongan menyebut pasar malam dengan sebutan korsel, aku tidak tau apa artinya? kenapa diberi nama korsel. Ahhh bikin penasaran saja, aku berusaha untuk mencari tau tapi tidak ada yang tau bahkan para sesepuh yang usianya sudah sangat tua pun tidak ada yang tau kenapa diberi nama korsel. Yang jelas ini korsel, itu saja.

Banyak sekali wahana yang mengundang rasa haus bagi penyuka adrenalin seperti Kora-Kora, Motor Edan, Kincir Angin, Ombak Banyu juga yang paling menyeramkan Goa Hantu. Dari sekian wahana yang ada, tidak satupun yang ingin aku coba. Cukup beberapa tahun yang lalu naik Ombak Banyu bersama kedua temanku di Jogja, serta beberapa bulan yang lalu masuk ke Goa Hantu bersama beberapa temanku waktu acara Sekaten selama bulan maulud di Jogja juga. Keduanya bikin jantungku berdegup kencang dan hampir muntah. Dan aku juga tidak akan masuk ke wahana tersebut jika bukan karena dipaksa. Hiks hiks...

Wahana Kincir Angin (Dok: Pribadi)

Tapi ada juga wahana yang tidak terlalu memacu adrenalin seperti Kuda Putar, Kereta, Perahu Air, Jet dan masih banyak lagi, tapi biasanya peminat wahana ini didominasi oleh anak-anak yang masih dibawah umur, berkisar antara satu tahun sampai lima belas tahun. Aku cukup tau diri untuk tidak mencoba wahana tersebut hehehe...

Wahana Ombak Banyu, masih tampak sepi (Dok: Pribadi)
Sebetulnya aku tidak terlalu suka keramaian, aku lebih suka berdiam diri dikamar dengan segala kesibukan tanpa adanya kebisingan. Tapi ya itu, karena dipaksa dan selalu tidak enak hati kalau mau menolak, apa boleh buat. Pasang muka cemberut dan sedikt berjalan malas membuat yang mengajakku jadi tidak enak hati, mereka jadi menyalahkan dirinya sendiri. Tapi semua itu sirna karena banyak sekali pernak-pernik dan cendramata yang bisa aku beli, kesemuanya lucu-lucu. Jadi bagi yang gemar berbelanja, tempat ini akan menjadi tempat paling pas dan cocok, karena harganya tidak terlalu merogoh kocek dalam-dalam dan yang paling penting baragnya juga gak kalah saing sama yang biasa dijual di toko-toko. Ketagihan deh, buat kalian selamat berkunjung ke korsel ya.... :D
Panggung 1

Situasi 1 : Suasana malam hari, bermula dari keadaan hening dan sunyi. Seorang wanita tampak, duduk dengan khidmat melihat langit-langit seolah sedang berpuisi dengan dinginnya angin malam. Suara angin menderu berirama mengikuti puisi jiwa dari lamunan sang wanita.

Realitas Panggung : Lampu temaran muncul, menerangi panggung (diam sejenak selama 5 menit). Lamat-lamat seiring dengan keheningan yang tercipta diatas panggung, petikan bait puisi terdengar “Biarkan cinta menyeru” 10 kali (seolah sedang membaca mantra nan lembut, berangsur histeris penuh tekanan).

Situasi 2 : Mendangar suara jiwa penuh tekanan nan histeris, membuat sang wanita tampak galau lalu meronta kemudian menangis, kemudia dia terjatuh menggelepar dari kursinya.
Koor (terdiri dari beberapa orang) : “A... a... a... a...” Membentuk irama yang mencekam, lambat laun makin cepat.

Situasi 3 (Bayangan) : Seorang pria duduk didepan sang wanita, saling menatap penuh makna, sang wanita meraba wajah sang pria, kemudian tersenyum. Tetiba lampu panggung padam, begitu menyala sang pria menghilang. Sang wanita kebingungan, mencoba menyeru memanggil namanya namun dia tidak bisa bersuara. Berkali-kali berusaha menyebut namanya, namun tak kunjung bisa. Sang wanita berdiri, melihat kearah kanan dan kiri, berusaha untuk mencarinya.

Panggung 2

Situasi 1 : Suasana siang hari, cuaca agak mendung, sejuk disertai dengan angin semilir. Seorang pria terlihat duduk dibawah pohon sambil membawa buku dan pena seperti sedang menulis puisi, disertai dengan gitar disampingnya. Sang wanita melihat dari kejauhan dibalik pohon, sang wanita terus melihatnya, dia terpesona dengan sang pria.

Realitas panggung : Lampu kuning menyala terang, iringan musik terdengar.

Situasi 2 : Sang pria melihat ada seseorang sedang mengintainya, sang pria berdiri menghampiri wanita itu. Sang pria menariknya, lalu bertanya “Ada perlu apa kamu mengintaiku?” kata sang pria. Sang wanita malu bercampur takut, sang wanita kebingungan sampai dia tidak mampu berkta-kata. Sang pria bertanya lagi “Kenapa wajahmu memerah pasi? Apa kamu baik-baik saja?”. Sang wanita makin kebingungan, akhirnya dia lari meninggalkan sang pria tanpa sepatah kata apapun. Sang pria heran melihatnya, sang pria berteriak “Apa aku ini monster sampai membuat wajah cantikmu memerah pasi!?” Sang wanita berhenti lalu menoleh dan menggelengkan kepalanya sambil sedikit tersenyum.

Panggung 1

Situasi 4 : Sang wanita gusar memikirkan sang pria, tersenyum bahagia merasakan sepoi cinta yang merasuk hatinya. Sedikit menghela, puas dan lega terasa.

Realitas Panggung : Suasana seolah menjadi indah dengan iringan lagu cinta.

Panggung 2

Realitas Panggung : Lampu menyala terang.

Situasi 3 : Sang pria berdiri melihat sang wanita berlari menjauh darinya, wanita kedua muncul dari belakang sang pria. Mereka sudah saling mengenal dan sedikit berbicang tentang novel cinta. Wanita kedua pamit untuk pulang menemui temannya. Keduanya pergi meninggalkan panggung 2.

Panggung 1

Situasi 5 : Wanita kedua muncul dari belakang, mencolek wanita pertama, kemudian mereka berdua saling berpelukan merasakan hangatnya cinta yang keduanya rasakan pada sang pria (musik berhenti)

Situasi 6 : Dialog

Wanita pertama : "Baru kali ini aku merasakan cinta yang teramat dalam, sangat berbeda dari yang sebelumnya. Tatapannya, tutur katanya membuat naluriku akan cinta deras mengaliri hatiku. Seorang pria yang menjelma menjadi pujangga, pujangga cinta."

Wanita kedua : "Pria yang aku jumpai barusan menuliskan sebuah puisi dalam lembar suratnya, puisi itu karya sastrawan besar, sang pujangga dari tanah persia. Selain penyair dia juga tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya, dia lahir pada 30 September 1207 Masehi di Balkh sebuah kota kecil di kota Khurasan, Afghanistan. Dia adalah Jalalludin Rumi. Kerana Cinta"

Situasi 7 : Wanita kedua berdiri membacakan puisinya dengan penuh perasaan dan yakin akan cintanya. Sementara wanita pertama mendengarkanya begitu khidmat. Melodi cinta mengalun merasuk sukma keduanya.

Realitas Panggung : Suara petikan gitar nan romantis terdengar lembut mengisi panggung.

KERANA CINTA
Jalalludin Rumi

Kerana cinta duri menjadi mawar
Kerana cinta cuka menjelma anggur segar
Kerana cinta keuntungan menjadi mahkota penawar
Kerana cinta kemalangan menjelma keberuntungan
Kerana cinta rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Kerana cinta tompokan debu kelihatan seperti taman
Kerana cinta api yang berkobar-kobar jadi cahaya yang menyenangkan
Kerana cinta syaitan berubah menjadi bidadari
Kerana cinta batu yang keras menjadi lembut bagaikan mentega
Kerana cinta duka menjadi riang gembira. Kerana cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerana cinta singa tak menakutkan seperti tikus
Kerana cinta sakit jadi sehat
Kerana cinta amarah berubah menjadi keramah-ramahan

Situasi 8 : Dialog

Wanita Pertama : "Siapa laki-laki yang begitu romantis mengirimkan puisi sebagus itu kepadamu? Aku sangat tersentuh akan kata-katanya, mencabik dan menggerus habis semua perasaanku kedalamnya.
Wanita Kedua : "Pria yang selalu, menggendong gitar dan membawa buku beserta penanya kemanapun dia pergi."

Situasi 9 : Bak suara petir melenggang disebelah telinganya, sang wanita kaget bukan kepalang, ditengah kecamuk rasa sedih, sang wanita berusaha menutupinya dari wanita kedua.

Realitas Panggung : Lampu merah menyala berkoar, suara musik mengalun mencekam dan meneganggakan. Terdengar suara jiwa “Mulut ini bersuara, mata ini menangis, hati ini menjerit. Lenyap bagai titisan dewi suri dibawa lari. Sampaikan penuh luka ke kaki yang melulu hendak berlari walau kadang minim nyali. Sayup rindu, semilir hampa, samudra harap, muara asa. Mengalir seiring namun tak pernah terjumpa” Koor : “A... a... a...”. Suara melambat dan berangsur cepat.

Realitas Panggung : Lampu padam, kemudian terdengar suara dentuman keras, lampu merah dan kuning menyala berebutan. 

Situasi 10 : Teriak suara mantra dengan lantang "Biarkan cinta menyeru, biarkan cinta menyeru, biarkan cinta menyeru..." memasuki panggung. Mendengar suara itu, wanita merasa semakin sedih dan sakit, semakin terdengar wanita pertama akan semakin meronta berteriak seperti orang sakau, hampir gila.

Realiats Panggung : Lampu padam sejenak, kemudian menyala bersama alunan musik syahdu.

Situasi 11 : Wanita muncul duduk bersila di ketinggian dengan perasaan yang remuk dan sedih.

~The End ~


My Email

dityasantos at gmail dot com

Tentangku;

Aku lahir pada tanggal 20 Juni 1990 di salah satu kota yang terkenal dengan kain batiknya; saat ini aku tinggal disebuah petak persegi panjang kamar kosan di Yogyakarta. Aku sering menyebutnya sebagai tempat pertapaan. Aku senang berdiam diri di kamar kosan hingga berjam-jam, bahkan berhari-hari. Mungkin sebab itu pula, aku sering menyebut diri sebagai makhluk Tuhan yang sedang bertapa. 

Setelah pertapaan itu usai, aku sering duduk santai disebuah cafe sambil menikmati menu kesukaan bersama teman-teman dekatku. Kadang ketika aku merasa sangat bosan dan tidak ada kerjaan, janji dengan teman atau jadwal kencan, aku sering keluar kamar untuk menikmati indahnya langit malam dan terangnya rembulan.

Entah mengapa aku tidak bisa membedakan antara warna hijau dan coklat, ada juga beberapa warna yang tak bisa kukenali dengan akrab. Aku sering bingung dengan pewarnaan. Aku juga sering lupa terhadap sesuatu, dan ini biasanya yang menjadi sebab kenapa orang-orang merasa sangat jengkel dan kesal denganku.

Menulis adalah tujuanku menumpah segala rasa dan kisah, karena aku bisa mengenang setiap kejadian manis dan romantis yang barusan saja kualami. Banyak sekali penawar yang kutaburkan disetiap kata. Terselip juga sedikit racun yang bisa meracuni, maka berhati-hatilah dalam membaca. 

Jangan menyesal, karena aku sudah mengatakan dengan jujur. Aku bukanlah seorang penulis hebat. Aku hanya senang dan gemar menulis, karena blog ini adalah tempat buatku untuk menuliskan setiap kejadian yang kualami bersama siapa saja yang kukenal, baik itu nyata ataupun khayalan belaka. 

Terima kasih 







Sekiranya Begitu


Sempat geram dan sedikit ingin berteriak lantang namun tidak cukup pantas, pertanyaan itu sampai sekarang terbesit dan tersimpan, bahkan jikalau terngiang rasa-rasanya ludah menuntut dikeluarkan dengan gampang, apa yang didalam perutpun tergoncang kemudian ingin muntah. Melihat mukanya seperti seorang penulis fiksi populer namun tercermin keangkuhan, mentah rasanya.

Tidak segampang seperti caramu, pamer dengan tebalan buku bercampur tangan, Secarik kertas dengan kata “Hai, aku kangen kamu lho” bisa dibilang ini fiksi ataupun non fiksi juga kok, terserah kamu saja. Yang jelas aku sebut itu juga merupakan karya tangan.

Dengan itu ternyata masih kurang cukup, masih mengelak dan selalu ingin mengajak berdebat. Lelah menanggapi kemudian aku lempar, namun semua diam. “Ahh satu sesi saja kurang cukup” dalam hatiku. Akan kuteruskan, sangat sayang jika pertanyaan bodoh itu menjadi juara dalam percakapan kali ini.

Bahkan gadis kecil yang selalu mencurahkan isi hatinya lewat notes kecilpun itu karya tangan, bukan kaki! Hehe... Ternyata masih belum terima, mungkin pemikirannya sedikit awam. Kurang mengerti atau menyangkal, aku tidak terlalu peduli. Aku coba berlari ke arah yang mungkin bisa dia tuju. Aku sampaikan saja yang terpenting inspirasi, tertuang kemudian simpan untuk kepuasan sendiri, itu juga sudah bisa disebut kok. Gemuruh seisi ruang bersorak, aku juga masih tidak terlalu peduli. Yang membuatku peduli itu karena ini kesan pertama.

Aku rampungkan dengan apik, aku juga jadi juara karena panel membantuku meluruskan ketololanya yang masih tidak mengerti penjelasanku. Aku awam dengan basa-basi konyol yang terlalu bertele-tele. Udah terlampau sering jadi panel buat diri sendiri, dampaknya selalu punya keyakinan yang mungkin agak sedikit membesi.


Ditutup dengan kesimpulan yang menyimpulkan, membela penuh arti, tampak cerdas dan pintar yang aku sebut setiap hari. Begitulah kiranya... Sebelum mata tak pernah berani melihat, tangan enggan berjabat tangan karena malu, mulut terdiam karena tak bernyali. 


Periode


Bukankah janin setiap manusia akan keluar pada waktunya, bukankah bumi akan bergerak mengelilingi matahari, bukankah si penangis akan berubah menjadi si pesenyum, bukankah sesuatu yang tak terduga itu sering kita alami? Bukankah ini disebut sebagai periode? Iya, aku pikir "periode" merupakan satu kata yang tepat untuk mewakili ke semua itu. Ini sudah merupakan jalan setiap makhluk hidup untuk berperiode yang musti ditempuh dalam mengarungi bahtera kehidupan. 

Suka dan cita, sedih dan tangis, putih dan hitam berjejer rapi memondasi kehidupan manusia, mereka membuat bangunan menjadi sangatlah indah dan berwarna. Mereka menjadi alasan mengapa yang maha agung itu sangat kreatif. Yang memberi hidup ingin yang hidup menjadi lebih hidup dengan cara-Nya.

Makan dengan makanan yang lezat, tidur dikasur yang nyaman, nonton acara kesukaan, plesir ketempat rekreasi sudah terlampau sering dialami. Nah, ketika itu pula kita harus sadar bahwa waktu berganti, detik jam tidak akan menetap selama batrei masih tersedia daya.


Kita tidak menunggu periode untuk datang menjemput, melainkan kitalah yang akan menuju kesana. Dia akan membawa kita pada sesuatu hal yang baru, tidak kuno melainkan sangat kekinian.

Aku Aneh!!!


Bukankah aku sangat aneh? Saking anehnya mungkin kamu akan sangat susah memahami aku. Aku bisa ramah tapi dalam sekejap aku bisa marah, aku bisa menangis tapi dalam sekejap aku bisa tersenyum, aku bisa keras tapi dalam sekejap aku bisa lunak, aku bisa jatuh cinta tapi aku tidak bisa melupakan cinta dalam sekejap.

Aku tidak ingin cinta menjadi murah. Cinta seperti barang diskonan yang dijual karena toko hampir bangkrut itu lebih seperti rongsokan yang sudah tidak ada nilainya, sebagus apapun wujudnya, semewah apapun bentuknya. Semua itu hanyalah kebisuan semata.

Sosok


Terdengar angin sungai belakang rumah bertiup kencang menembus ventilasi kamarku, diikuti gerakan daun pohon-pohon pisang yang berciuman memadu kasih satu sama lain dengan mesra. Ditengah keheningan suara kambing beserta si gembala ribut mencari rerumputan, jeritan suara bocah terjun dari setapak jembatan kayu reyot ke sungai menambah semarak suasana setiap pagi dan sore.

Aku terdiam diri melihat seksinya fajar dan senja bergantian lengser dari manisnya penglihatan, sungguh menawan dan sangat mengagumkan. Dalam diam dan sepinya perasaanku, aku berusaha untuk memulai pertapaan ini, namun terkadang sosokmu masih sukar lenyap. Dia sering memanggilku dengan suara lantang dan mengawasiku disaat tidur. 

Aku hampir merasa seperti orang sinting, sebetulnya siapa sosok itu? Kenapa aku tidak bisa mengenali sosok yang terkadang datang dan pergi tanpa utusan. Apakah dia titisan dewa langit yang ingin melindungiku? Atau justru siluman yang ingin menyakitiku? Aku tidak mengenalmu. 

Kula Nuwun


Alam semesta terlalu luas untuk aku simpan semua kisahku sendiri, aku menjadikanmu sebagai tempat berbagi kisah, emosi sekaligus uneg-uneg yang ada dan tidak jauh dariku. Aku sadar, bahkan sangat sadar, kebahagiaan dan kesedihan itu tidak ada yang sejati. Keduanya saling berganti atau bahkan terkadang keduanya akan sangat kompak dan akur bergandengan erat berjalan bersamaku. Menarik sekali bukan? Aku mudah bahagia aku juga mudah sedih, aku juga pernah merasakan keduanya diwaktu yang sama. Aku pikir itulah makna kehidupan. Mustahil sekali jika manusia tidak merasakan keduanya. 

Pernahkah kamu merasa disaat kamu menangis tidak ada satu oranpun yang mendekatimu, pernahkah kamu merasa disaat mereka butuh kemudian kamu didekati, pernahkah kamu merasa bahwa tidak ada yang tulus didunia ini, pernahkah kamu dibohongi oleh si mulut besar yang rajin membuat kebohongan.

Ditengah himpitan perasaan yang berkecamuk, aku masih berharap dan yakin, masih ada ketulusan, masih ada kejujuran, masih ada kesetiaan dan kedamaian diluar sana. Aku hanya ingin membuatmu tampak nyata, seolah kamu adalah kedua pasang mata dan telinga yang hikmat dan cermat sepenuh hati melihatku dan mendengarku. Keluhku menyesak, kepada siapa lagi aku berkeluh selain kepada-Nya juga kepadamu. Kamu bisa kupercaya kan?

Hidup ini untuk apa? Arahnya mau kemana? Tujuannya apa? Tiga pertanyaan yang membuatku sering bingung dan susah tidur. Aku sering kerepotan untuk memecah pertanyaan itu menjadi beling-beling kecil yang kemudian disulap menjadi bola-bola berlian yang bernilai harganya. Tapi sudahlah, mungkin benar jikalau kita masih sama mencari jawabannya. Dengan terus melangkah maju tiada henti, yakin akan ada jawaban disana. Bukankah!