Kembali Lagi
Posted by
Ditya Al Santos
at
Friday, April 04, 2014
Cinta hadir bukan untuk membuat manusia gundah
Cinta hadir bukan untuk membuat manusia gelisah
Cinta hadir bukan untuk membuat manusia resah
Cinta hadir bukan untuk membuat manusia sedih
Cinta hadir bukan untuk membuat manusia marah
Dia datang bukan untuk kebohongan
Dia datang bukan untuk kepalsuan
Dia datang bukan untuk mengecewakan
Dia datang bukan untuk keputusasaan
Dia datang bukan untuk kemunafikan
Banyak orang ngomong, terserah aku tak peduli
Aku ingin menikmatinya kembali
Bahwa cinta kini telah bersemi
Seperti sedia kala hingga selamanya nanti
Kepada kita berdua yang tak ragu lagi
Lamunan
Posted by
Ditya Al Santos
at
Thursday, April 03, 2014
Aku tak mampu mengucap kalimat penuh makna
Aku melihat serupa elok nun jauh disana
Aku mendengar senada merdu meluluhkan jiwa
Aku merasa ada sentuhan tak berasa
Didalam lamunan, aku masih yakin kepada CINTA
Pekalongan, 2014
Patah Hati Karena Teman
Posted by
Ditya Al Santos
at
Wednesday, April 02, 2014
Jujur aku merasa sangat terpukul dengan setiap kata tertulis yang kamu berikan kepadaku. Aku sakit hati dengan tingkahmu, ada sedikit benci dan ada rasa tidak suka tentang dirimu dihatiku. Sebut saja aku gagal meredam emosi. Amarah membakar diamku.
Aku terima hujatmu, tapi aku tidak terima caramu menghujatku. Aku tidak tahu, apa yang sedang terjadi denganmu waktu itu. Kamu terlalu cepat memusuhiku. Aku tidak mengatakan kamu salah, aku benar atau sebaliknya. Tidak ada yang salah, karena waktu adalah sumber dari segala jawaban.
Dari awal kamu memilih pergi, kemudian kamu kembali. Dan sekarang kamu berlaku seperti peminum air kencingmu sendiri. Itu semua hanya persoalan waktu. Waktu menjelaskan kepadaku betapa egoisnya dirimu. Sekarang aku merasa lega, lega melepas setiap kata yang terjaga. Lega melepas pertemanan kita.
Sincerely
Me.
Kahlil Gibran
Posted by
Ditya Al Santos
at
Friday, March 21, 2014
Kahlil Gibran lahir pada
tanggal 6 Desember 1883 di Bisharri, sebuah kota kecil di Lebanon Utara. Kota
tersebut terletak di kaki pegunungan yang dianggap suci. Kahlil Gibran hidup
ditengah keluarga miskin dan penganut agama Kristen Maronit. Suatu mazhab yang
ada di Timur Tengah. Ayahnya seorang yang gagah dan tegar tetapi pecandu arak
dan judi sehingga membuat kehidupan keluarganya terhimpit dalam kesempitan.
Ibunya bernama Kamila Rahmi, anak dari seorang pendeta gereja Maronit yang
bernama Istifan Rahmi. Gibran mempunyai satu suadara dari pernikahan ibunya
terdahulu, yaitu Boutros. Sementara dari Ayahnya ia mempunyai dua adik, yaitu
Mariana, dan Sultana.
Selama di Lebanon,
kehidupan ekonomi keluarga Gibran tak berkembang. Akhirnya mereka memutuskan
hijrah ke Amerika. Mereka tiba di Boston pada tahun 1894, meskipun keputusan
hijrah tak membuat kehidupan ekonomi keluarga Gibran membaik. Talenta dan bakat
Gibran dalam kesusasteraan dan melukis meluai menonjol sejak ia duduk dibangku
sekolah selama di Boston pada tahun 1895 sampai 1897. Pada tahun 1896-1901
Gibran memutuskan untuk kembali pulang ke negara kelahirannya untuk bersekolah
di Madrasah al-Hikmah, Beirut. Lulus dengan predikat terpuji, Gibran menggunakan
ilmu dan bakat sastranya mengembara ke Yunani, Italia, Spanyol, dan akhirnya
menetap di Paris untuk belajar seni lebih dalam lagi. Di sinilah ia bertemu
dengan seorang pematung ternama yang memiliki pengaruh kuat dalam diri Gibran
dalam berkesenian, yaitu Augeste Rodin.
Setelah mendengar kabar
bahwa ibunya sedang sakit keras, Gibran kembali ke Boston pada 1902. Ibunya
meninggal pada 28 Juni 1903, sebelumnya adik Gibran yang bernama Sultana sudah
terlebih dulu meninggal pada 4 April 1902, dan kakaknya, Boutros pada 12 Maret
1903. Kesedihan yang begitu mendalam karena orang-orang yang sangat ia cintai
ini begitu terlihat jelas dalam karya-karya yang ditulisnya.
Gibran hidup dalam
ranah dua kutub budaya yang sangat berbeda, yaitu antara Timur dan Barat, namun
ia justru memilih menjadi seorang yang kosmopolit yang tak terikat oleh
kebangsaan dan kebudayaan tertentu. Gibran terikat pada perjuangan hak dan
martabat manusia tanpa memandang batas bangsa dan budaya manapun. Seperti yang
tertulis pada karyanya Suara Penyair.
“Jagad adalah negeriku dan keluarga manusia sukuku,” (Pustaka Jaya, 1988).
Tak banyak orang tahu
bahwa sesungguhnya Gibran adalah seorang pelopor reformasi sosial. Melalui
berbagai macam karya tulisannya yang mengandung kritik sosial. Dampaknya
terlihat nyata pada perubahan yang terjadi di negerinya Lebanon. Bukti tajam
karya Gibran terhadap kalangan gereja adalah dibakarnya karya Spirit Rebellious, didepan keramaian dan
kerumunan orang-orang di pasar Beirut dan dijatuhkannya hukuman ekskomunikasi kepada
Gibran dari pimpinan gereja Maronit. Ini juga membuktikan bahwa Gibran memiliki
jiwa berontak terhadap ketidakadilan dan kemunafikan.
Gibran mencecar habis
kaum agamawan dan pihak gereja. Untuk apa gereja dibangun dengan megah jika
para penganutnya berada dalam kemiskinan yang berkepanjangan? Mengapa para
pendeta bisa hidup enak dan makan roti segar yang mengenyangkan dan minum
anggur yang begitu lezat sementara para penganutnya selama seharian banting
tulang memeras keringat untuk sekedar bertahan hidup! Dengan gaya bahasa yang
tepat dan mencekik, Gibran bertanya kepada biarawan melalui karyanya “Kahlil Si
Murtad” dalam Spirit Rebellious, yang
bunyinya: “Jesus telah mengutus kalian sebagai domba di tengah serigala; lantas
apa yang menjadikan kalian ibarat serigala di antara domba-domba.”
Hidup Gibran menjadi
semakin tragis karena kisah cintanya dengan dua wanita, pertama Mary Haskell
dan kedua May Ziadah. Mary Haskell adalah wanita kelahiran Amerika yang sepuluh
tahun lebih tua darinya, namun Mary Haskell mampu mempengaruhi perkembangan
Gibran dalam berkarya. Ia juga satu-satunya wanita yang pernah dipinang Gibran secara
resmi namun menolak karena pelbagai macam pertimbangan. Sedangkan May Ziadah
adalah pekerja seni dan sastra dari Arab kelahiran Nazareth tahun 1908 yang
menjalin hubungan cintanya dengan surat-menyurat sampai Gibran menutup mata.
Kehidupan cinta antara
Gibran dan May menjadi sangat dramatis dengan berbagai buku yang isinya
kumpulan surat-surat keduanya. Bukankah ini yang disebut cinta, kisah cinta
yang sangat menakjubkan karena keduanya belum pernah sekalipun bertemu muka dan
mengetahui bagaimana bentuk rupa dan wajah satu sama lain.
Sumber Naskah; Susanto, Ready, Seratus Tokoh Abad Ke-20. Nuansa: Cet II, 2008
Sumber Naskah; Susanto, Ready, Seratus Tokoh Abad Ke-20. Nuansa: Cet II, 2008
Jokowi Nyapres, Pengguna Twitter Geger
Posted by
Ditya Al Santos
at
Saturday, March 15, 2014
Pro dan kontra sudah
menjadi hal yang lumrah dalam pesta demokrasi yang akan diselenggarakan
sebentar lagi. Nama Jokowi pun menjadi sering disebut-sebut oleh para pengguna
twitter. Banyak dari mereka menulis aspirasinya mengenai pencalonan pria
kelahiran Surakarta, 21 Juni 1961 ini sebagai capres 2014 nanti.
Joko Widodo diusung
oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Tak bisa dipungkiri bahwa twitter
merupakan jejaring sosial yang banyak digandrungi oleh semua kalangan modern
sekarang ini. Ada yang menyambut baik, ada pula yang menyambut dengan berbagai
pesan, usul dan ungkapan kecewa. Berikut komentar mereka;
Dua komentar
diatas merupakan bentuk dukungan agar Jokowi mampu keluar jadi pemenang dalam
pilpres nanti. Tapi ada juga yang menanggapinya dengan sedikit bumbu komedi,
bunyinya seperti ini;
Jokowi dikenal sebagai seorang pemimpin dengan keuletan dan
kesederhanaannya. Segudang penghargaan personal dan kota Solo di masa
kepemiminannya pun pernah dia torehkan selama menjabat sebagai walikota Solo
dalam dua periode, salah satunya sebagai walikota teladan dari Kementrian Dalam
Negeri pada tahun 2011 dan penghargaan untuk program perlindungan anak dari
Unicef pada tahun 2006.
Setelah berhasil memimpin Solo dengan baik, Jokowi melenggang
menjadi gubernur DKI bersama pasangannya Basuki Tjahja Purnama atau lebih
dikenal dengan sebutan Ahok. Saat itu keduanya berkendara dengan partai politik
yang berbeda, jika Jokowi berkendara dengan PDIP, Ahok berkendara dengan
Gerindra.
Belum selesai tugasnya sebagai seorang gubernur, kini
Jokowi didapuk oleh PDIP sebagai capres. Keputusan ini pun membuat semua
pengguna twitter bercicuit mengungkapkan protesnya. Berikut cicuit mereka;
Memang begitu banyak aspirasi masyarakat pengguna twitter
yang beragam mengenai keputusan Jokowi, tapi ini semua merupakan bagian dari
demokrasi yang sebenarnya. Pro dan kontra adalah wujud masyarakat meramaikan
dan ikut serta menyuarakan pendapat dalam pemilu presiden kali ini.
Siapapun yang menjadi jagoannya dan apapun hasilnya nanti,
mari sebagai masyarakat penganut demokrasi. Kita ciptakan pemilu yang adil dan
bersih. Semoga Indonesia dipimpin oleh seorang pemimpin yang jujur dan
bijaksana, agar bangsa ini mampu menjadi macan asia kembali.
Kelabu
Posted by
Ditya Al Santos
at
Thursday, March 13, 2014
Terik panas matahari begitu menyengat. Asap knalpot ngebul dari kendaraan roda dua sampai roda empat. Pedagang asongan menambah suasana semakin gaduh dan riyuh. Pengamen jalanan nenteng gitar kesana kemari. Kala itu tampak begitu jelas betapa meriahnya jalanan ibukota dengan segala keruwetannya. Tua muda saling menikung, saling serempet satu sama lain. Tak kenal senyuman melainkan ketegangan dan kepura-puraan.
Secarik kertas dia simpan dalam kantung celana jeans biru yang diambilnya dari jemuran tetangga. Kertas itu bertuliskan puisi sebagai modal hidupnya untuk membeli makan. Begitu seterusnya sampai dia dapat mengumpulkan uang untuk mencari tempat tinggal yang baru.
Andai saja mereka tak
memilih lari, andai saja mereka mau menghadapi, mungkin kehidupannya tak kan
seperti ini. Merasa diasingkan keluarga karena kasus penipuan dan pelarian
sejumlah uang yang dilakukannya. Merasa bapak, ibu dan saudara kandungnya mengutuk
segala perbuatannya.
“Ketika aku dalam kondisi down, aku membutuhkan sosok orang tua yang mau mengayomi dan melindungi, tapi aku diusir dan disuruh pergi.” Pernyataan kolot yang tak mau mencoba memahami diri sendiri. Betapa menyusahkannya seorang anak terhadap kedua orang tuanya yang sudah mulai menua.
“Ketika aku dalam kondisi down, aku membutuhkan sosok orang tua yang mau mengayomi dan melindungi, tapi aku diusir dan disuruh pergi.” Pernyataan kolot yang tak mau mencoba memahami diri sendiri. Betapa menyusahkannya seorang anak terhadap kedua orang tuanya yang sudah mulai menua.
Semasa kecil dia diberi
kehidupan yang enak, maklum kedua orang tuanya termasuk orang berada. Semasa
kuliah dia diberi penghidupan yang layak di kota seberang oleh kedua orang
tuanya, sebagai balasannya dia tak mau belajar serius dan memilih pesta pora
sepanjang hari.
Dia habiskan kiriman uang bapak dan ibunya untuk menikmati hari dengan segala macam yang terkini. Sungguh anak yang tak mau balas budi!!! Sungguh disesalkan, kenapa sampai detik ini dia masih tidak mengerti kondisi. Kondisi bahwa sesungguhnya orang ini sama sekali tak punya nurani. Kondisi yang mengenalkannya kepada seoarang wanita yang kemudian diperisteri. Wanita yang mempunyai sifat sama, sama-sama tak punya hati.
Dia habiskan kiriman uang bapak dan ibunya untuk menikmati hari dengan segala macam yang terkini. Sungguh anak yang tak mau balas budi!!! Sungguh disesalkan, kenapa sampai detik ini dia masih tidak mengerti kondisi. Kondisi bahwa sesungguhnya orang ini sama sekali tak punya nurani. Kondisi yang mengenalkannya kepada seoarang wanita yang kemudian diperisteri. Wanita yang mempunyai sifat sama, sama-sama tak punya hati.
Setelah menikah, mereka
tinggal di sebuah rumah yang sudah disediakan peralatan rumah tangga oleh kedua
orang tuanya. Keduanya diberi jabatan disebuah pabrik es, tapi tak belangsung
lama karena kasus korupsi yang dilakukan keduanya. Bisnis yang dijalaninya pun
mandeg karena mereka tak bisa dipercaya. Jalan hidupnya tak bisa masuk diakal,
yang dilakukan terus-terusan ditaburi bumbu-bumbu nakal.
Banyak kasus yang
bermasalah dengan hukum, tapi dia memilih lari dan pergi. Dia tinggalkan orang-orang
yang sudah kena tipu, tanpa berpikir bahwa mereka akan menemui sang ibu.
Bagaimana orang tua tak menjerit kesakitan, mendengar anaknya selalu saja
membuat masalah dan onar.
Masalah hukum, hutang piutang dan penipuan yang dilakukannya. Orang tua bisa berbuat apa lagi! Berdoa sepanjang hari, tak membuatnya mawas diri. Bapak dan ibunya hanya bisa berdiam diri selama disantroni para polisi. Mau digeledah sepanjang hari pun tak akan bisa menemukan sepasang suami isteri ini. Bapak dan ibunya saja tidak tahu kemana mereka pergi.
“Kami sadar bahwa anak kami salah, hukum saja dengan seadil-adilnya. Tapi mereka tak sembunyi didalam rumah ini. Jika kami harus menebus kesalahannya, kami tidak sanggup secara materi.” Ibunya pasrah.
Masalah hukum, hutang piutang dan penipuan yang dilakukannya. Orang tua bisa berbuat apa lagi! Berdoa sepanjang hari, tak membuatnya mawas diri. Bapak dan ibunya hanya bisa berdiam diri selama disantroni para polisi. Mau digeledah sepanjang hari pun tak akan bisa menemukan sepasang suami isteri ini. Bapak dan ibunya saja tidak tahu kemana mereka pergi.
“Kami sadar bahwa anak kami salah, hukum saja dengan seadil-adilnya. Tapi mereka tak sembunyi didalam rumah ini. Jika kami harus menebus kesalahannya, kami tidak sanggup secara materi.” Ibunya pasrah.
Mereka berhasil lari
sampai DKI, bertemu berpasang-pasang muka pelaku korupsi. Hari demi hari
dilalui dengan sedikit sisa nyali. Mencuri, mengarang cerita dan membaca puisi
mereka lakukan demi perut terisi. Bukan suatu perenungan, bukan pula penyebab
instropeksi.
Mulut dan hati malah semakin mencaci maki kondisi tiada henti. Semua kejadian tidak membuat keduanya berhenti, melainkan menanam benci. Benci yang tak pantas mereka rasakan, karena kepada siapa kalau bukan kepada mereka sendiri!
Mulut dan hati malah semakin mencaci maki kondisi tiada henti. Semua kejadian tidak membuat keduanya berhenti, melainkan menanam benci. Benci yang tak pantas mereka rasakan, karena kepada siapa kalau bukan kepada mereka sendiri!
Tak disadari mereka
berhasil mengumpulkan pundi-pundi tuk kembali, dengan modal berani mereka
menemui bapak dan ibunya. Sang bapak menyarankan agar tetap disini, merajut
bisnis kembali. Keesokan harinya mereka yang justru tak berani dan memilih
lari dan pergi. Sudah diberi hati, mereka lagi-lagi cari sensasi.
Lelah mengurusi apa kehendak mereka, marah melihat ulah mereka, kesal menyaksikkan betapa kerdilnya anak mereka. Hidupnya dibuat susah sendiri, jadi mafia kok nanggung. “Aku bisa kaya meski harus masuk penjara terlebih dulu, tapi aku tak sudi. Nanti keponakanku yang akan bahagia, wong aku gak punya anak kok.” Tanpa sadar dan kendali, isi hati mulai terdengar.
Jelas mengapa dia hidup seperti ini, sebagai pengobral janji yang lebih banyak mengelabui. Mungkin sekarang dia berhasil lari, tapi apa tidak terpikirkan kalau suatu saat nanti kebenaran akan terungkap. Sepandai-pandai orang berbohong, suatu saat akan tercium aroma kebohongan dan tipu muslihatnya, jadi berhati-hati saja.
Lelah mengurusi apa kehendak mereka, marah melihat ulah mereka, kesal menyaksikkan betapa kerdilnya anak mereka. Hidupnya dibuat susah sendiri, jadi mafia kok nanggung. “Aku bisa kaya meski harus masuk penjara terlebih dulu, tapi aku tak sudi. Nanti keponakanku yang akan bahagia, wong aku gak punya anak kok.” Tanpa sadar dan kendali, isi hati mulai terdengar.
Jelas mengapa dia hidup seperti ini, sebagai pengobral janji yang lebih banyak mengelabui. Mungkin sekarang dia berhasil lari, tapi apa tidak terpikirkan kalau suatu saat nanti kebenaran akan terungkap. Sepandai-pandai orang berbohong, suatu saat akan tercium aroma kebohongan dan tipu muslihatnya, jadi berhati-hati saja.
Kini pasangan suami
isteri itu hidup bersama disebuah rumah sederhana hasil penjualan rumah kedua
orang tuanya. Bapaknya meninggal sudah dua tahun lamanya. Ibunya memilih tidak
tinggal bersamanya. Isterinya hanya bisa menyediakan makanan basi karena
mulutnya tak pernah mau sadar diri.
Obral omongan kesana kemari. Tak perlu menjadi orang yang baik hati, karena kejahatan yang dilakukannya pun tak ada hasilnya. Semuanya terasa sangat percuma. Mungkin hanya mati yang bisa mengobati segala luka yang terpatri.
Obral omongan kesana kemari. Tak perlu menjadi orang yang baik hati, karena kejahatan yang dilakukannya pun tak ada hasilnya. Semuanya terasa sangat percuma. Mungkin hanya mati yang bisa mengobati segala luka yang terpatri.
Cucu Kakek
Posted by
Ditya Al Santos
at
Tuesday, March 11, 2014
"Aku ditelantarkan seperti gembel yang biasa tidur di emperan toko." Gerutu kakek tua. Tulang kakinya keropos, tapi dia selalu ingin tampak menarik bak seorang raja yang punya banyak kharisma. Lambungnya bocor membuatnya sering merasa lapar. Lele goreng jadi menu wajib yang harus disantapnya.
Menurut hasil
laboraturium, kadar albumin yang dimiliki kakek tua sangat rendah. Jika ini
dibiarkan maka akan terjadi hal yang lebih menguras biaya, karena untuk sekali
suntik membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Untuk mengantisipasi
hal tersebut, setiap hari kakek tua dianjurkan mengkonsumsi ikan lele oleh
dokter. Ikan lele memiliki banyak kandungan, salah satunya untuk menstabilkan
kandungan albumin dalam tubuh kakek tua. Meski bosan dan muak, sepiring ikan
lele selalu saja menemaninya.
Makan, mandi, nonton tv
dan sholat hanya bisa dia lakukan di atas kasur busa warna jingga. Kasur itu
ada disebelah jendela di dalam rumah tua. Temboknya dipenuhi memar dan luka. Didalam
rumahnya tak ada benda kecuali raga setengah putus asa.
Semangat hidupnya
sirna, yang dia inginkan hanya mati saja. Tapi Tuhan tak lantas mencabut
nyawanya. Tuhan ingin menyaksikkan sejuta pasang sabar dan ikhlas darinya. Dia
merasa hidupnya terlunta-lunta. Dia merasa tak ada yang mengurusi dan sayang
kepadanya.
Hal maklum yang
dirasakan oleh setiap orang tua renta, sebesar apapun usaha anak dan cucunya
mengobati penyakitnya. Perasaanya akan tetap sama, sama seperti para tua renta
yang tidak ada mengasihinya.
Anak perempuannya
selalu berusaha, cucunya dengan sepenuh jiwa berbakti kepadanya. Tapi dia tetap
merindukan anak laki-laki pertamanya yang entah sedang berbuat apa. Anak
laki-laki yang setiap berjumpa mengobral kekayaan semu, tapi semua itu hanya
angan-angan belaka.
Tenaga dan pikiriannya
selama bekerja dan berumah tangga habis termakan usia. Dia sekolahkan anak
laki-lakinya sampai perguruan tinggi. Dengan harapan agar mereka bisa jadi
sarjana, tapi sayang sungguh sayang, tak satupun dari mereka meraih gelar
sarjananya.
Anak perempuannya
memilih bekerja sebagai guru honorer setelah lulus dari sekolah perguruan. Dia
bertekad menjadi seorang guru yang ahli dibidang bahasa, karena memang tak
diberi biaya untuk melanjutkan studinya seperti kakak dan adik laki-lakinya.
Tapi sekarang justru
anak perempuan yang mampu berhasil memakai toga dan meraih gelar sarjana. Predikat
sebagi guru resmi sudah lama ditangannya, dedikasinya menjadi seorang guru
berhasil mencetak banyak muridnya menjadi juara.
Lima tahun sudah kakek
tua meninggalkan pekerjaanya, rumah yang dulunya terlihat paling kokoh sekarang
berubah menjadi hampir roboh. Banyak tetangga yang bertanya dan bicara ini dan
itu. Rumah dan isinya tak lagi sama seperti sedia kala.
Cucunya terus berusaha
menjelaskan keadaan, agar sang kakek mau mengerti dan paham. Tapi cucuran air
mata terus membanjirinya. Isterinya tak peduli dan tak mau ambil pusing. Anak
pertamanya apalagi, tak pernah sedikit pun tenaga, pikiran dan uangnya keluar
untuk mengurusi kakek tua.
Sementara anak
laki-laki keduanya tengah sibuk menata rumah tangga yang baru saja dirajutnya.
Tapi dia masih ada usaha, selama ada rejeki dia kirim uang untuk membantu kakak
perempuannya membeli kebutuhan obat dan vitamin.
Malam demi malam
dilalui sang cucu dan kakek tua bersama-sama. Kadang sang cucu merasa ada yang
aneh, kakek tua selalu menyebut-nyebut ada seorang perempuan cantik
dibelakangnya.
Kakek selalu berpesan
agar tamunya itu diperlakukan dengan ramah dan sopan, tapi siapa? Cucu menduga
kalau itu hanya halusinasi kakeknya saja. Kejadian itu berlangsung selama
setahun lamanya. Hanya karena ingin menemuinya, kakek tua selalu minta untuk dimandikan.
"Kalau perempuan cantik itu memang ada dibelakangku, dia tahu kalau kakek sedang sakit. Jadi dia akan paham kalau tengah malam begini, tidak mungkin bagimu untuk mandi, lihatlah ini jam satu pagi." Sembari menunjukkan jam, setelah mendengar penjelasan dari cucunya, kakek tua merasa nyaman.
Sore itu, seperti biasa
sang cucu memandikan kakeknya dengan sepenuh hati. Dia bersihkan semua keringat
dan kotoran yang melekat tubuhnya. Dia mandikan kakeknya dengan air hangat
menggunakan waslap. Dia rapikan tempat tidurnya seorang diri. Dia pakaikan
pempers, sarung dan kemeja kaos dengan hati-hati dan sabar.
Biasanya kakek selalu
minta makan dan minum setelah mandi, tapi kali ini tidak. Tidak sama sekali,
padahal setiap sore dia selalu cerewet merengek kudapan enak sebagai nyamikkan
seperti seorang balita meminta bubur roti dari ibunya.
Sang cucu melihat ada
semburat cahaya penuh makna. Karena khawatir terjadi apa-apa, cucu kakek tua
melaporkan itu kepada ibunya. Dengan langkah penuh pasti, ibu dan anaknya
menghampiri singgasana raja. Raja bagi isteri, anak dan cucu-cucunya.
Nafas kakek mulai
tersengal, matanya tertutup dan tangannya sedakep seperti sedang bersiap. Sang
ibu menuntunnya dengan doa dan dzikir. Mulut kakek bergerak-gerak, meskipun tak
terdengar suara apa yang terucap. Gerak bibirnya mengisyaratkan dia sedang
berseru nama Tuhan yang diyakininya.
Tak butuh waktu lama,
setelah kakek dinyatakan koma oleh dokter yang dipanggil anak perempuannya
kerumah. Kakek tua menghembuskan nafas terkahirnya. Suara tangis dari anak
perempuan mengiringi kepergiannya.
Sang cucu hanya terdiam,
didalam hatinya dia berdoa. "Pergilah engkau ke sisi Tuhan-Mu, yang
menghidupkan dan mematikan. Pergilah dengan bekal ihklas dan sabarmu. Semoga
kau bahagia disana."
Pacaran?
Posted by
Ditya Al Santos
at
Monday, March 03, 2014
Pacaran merupakan suatu hubungan pendekatan sebelum menikah, hubungan ini bisa bikin yang menjalaninya jadi tampak berbeda dari hari-hari biasanya. Yang tadinya nggak suka dandan jadi senang dandan, yang tadinya nggak suka belajar jadi rajin dan giat belajar, yang tadinya nggak punya mimpi dibuat jadi seorang pemimpi, yang tadinya pemarah jadi sedikit kalem. Ahh pokoknya pacaran bisa jadi lebih indah deh!! Tapi semua itu tergantung dari yang menjalaninya, mau dibawa ke arah yang baik atau enggak.
Yang jelas jangan sampai
terpengaruh dengan pacaran, kalau bisa kitalah yang harus mempengaruhi hubungan
tersebut. Memang tak selamanya pacaran itu indah, hal-hal yang menyakitkan dan
mengharukan juga akan dirasakan disetiap insan yang sedang mabuk dalam suka dan
cinta.
Kebahagiaan dan kesedihan
merupakan fase yang memaksa dimana setiap orang harus bisa menanggapinya dengan
penuh cinta, namanya juga pacaran kan? Kalau setiap sedih ditanggapi dengan
gengsi dan benci, maka hancurlah hubungan itu. Jangan sampai menyesal karena
amarah dan emosi bisa mengakibatkan hubungan tersebut kandas di tengah jalan.
Jenis pacaran pun
beragam. Ada yang hubungan jarak jauh atau lebih dikenal dengan long distance
relationship alias LDR, ada yang sembunyi-sembunyi atau backstreet, ada yang
sekedar teman tapi saling berbagi kemesraan, ada yang sama-sama selingkuh dari
pacaranya masing-masing, ada yang nggak jelas tanpa status, ada yang keduanya saling cinta, ada juga cinta sepihak dan masih banyak
lagi.
Gaya pacaran pun kini
jadi berkembang. Komunikasi dengan pacar jadi lebih gampang, karena
perkembangan teknologi yang serba canggih. Yang LDR jadi terselamatkan, bisa
saling mention di twitter mengungkapan segala perasaanya disana. Yang suka
senam jari jadi lebih enak dan gak perlu gripmaster, karena chat bisa dilakukan
dimanapun dan kapanpun tentu dengan cara apapun.
Maraknya jejaring
sosial pun tak luput dari pacaran. Bagi yang suka mengumbar kemesraan. Twitter,
Facebook, Path dan Instagram tempat paling pas dan cocok untuk berbagi kasih
dan cintanya kepada hal layak. Tapi ada juga yang memilih tidak mengumbar, bukan
berarti sembunyi-sembunyi, karena kasih dan cintanya bisa dirasakan dan dijaga
keindahanya hanya untuk mereka berdua saja. Bukan orang lain.
Hampir setiap manusia
pernah merasakan dan mengerti betul apa itu pacaran melalui berbagai macam
hubungan. Meskipun diantara yang satu dengan yang lainnya berbeda. Berubah
menjadi yang lebih baik atau enggak sekalipun merupakan perubahan yang akan
dialami.
Semua itu adalah proses.
Yang jelas pacaran punya tanggung jawabnya masing-masing. Pacaran bukan permainan
yang mengandalkan keuntungan. Pacaran bukan mengumbar atau tidak mungumbar kemesraan di
jejaring sosial. Pacaran juga bukan sekedar adu gensi atau emosi. Pacaran tidak bisa dinilai dari kata dan angka-angka,
melainkan dari hati.
Suamiku Bukan Bandar Togel
Posted by
Ditya Al Santos
at
Thursday, February 27, 2014
Suara adzan terdengar sampai ke ujung desa, huru hara berubah menjadi sepi. Lasmi seorang wanita muda sedang berdiam diri, mengikuti setiap lafaz seruan Illahi Robbi. Mendoakan suami yang berhasil ditangkap polisi.
Perasaan Lasmi hanyut dalam
situasi, Lasmi sudah tak mau lagi buka warung nasi, karena dia tak mau lagi ada
caci yang selalu membisiki. "Kenapa manusia tak punya hati, dalam situasi
seperti ini, bukan peduli yang kudapat, justru caci maki dari mereka yang
kuterima. Apa salah saya Gusti?"
Hidup Lasmi kini mulai teruji,
ditengah himpitan ekonomi yang harus mulai mencari nafkah sendiri, Lasmi harus
menanggung beban hutang sang suami. Lasmi hanya bisa diam dan menangis dalam
heningnya suasana maghrib.
Bukan hanya Lasmi yang
kaget, semua penduduk desa bingar. Setelah polisi membawa Sugeng, Lasmi jadi
pusat cibiran sana-sini. "Dasar pasangan suami isteri tak tahu diri, tak tahu
hukum keramat, pecinta laknat. Jangan
sampai kami semua dapat murka Gusti, karena kamu masih tetap disini, pergi kamu dari kampung kami, susul suamimu
saja sana di kantor polisi."
Tengadah tangan Lasmi
seolah tak berarti, tapi dia tetap bertahan dan mengharap belas kasih dari yang
Maha Tinggi. "Ya Gusti... Yang memiliki alam semesta dan isinya, yang Maha
Melindungi juga Mengasihi. Ampuni dosa mas Sugeng, lindungi dan ringankanlah
hukaman yang Engkau timpakan kepadanya di dunia ini, saya pasrah kepada seluruh
kehendak-Mu. Tapi saya apa daya jika mas Sugeng harus berlama-lama dalam jeruji
besi."
Doa Lasmi terhenti,
suara riyuh menghampiri rumah sederhana milik Lasmi. "Ada apa ini, apa yang
sedang diributkan orang-orang didepan rumahku?" Lasmi keluar dengan mukenah warna
puith yang lamat-lamat menguning karena tumpukan debu yang masih dipakainya.
"Lasmi sebaiknya kau
angkat kaki dari rumah ini, kami tak sudi punya tetangga seorang bandar togel!!!" Seru salah satu warga desa Karang Jati.
"Lalu saya harus lari
kemana? Saya tidak punya rumah lagi selain tempat ini."
"Teserah, kami tak
peduli! Kami tak mau punya tetangga yang setiap hari hidupnya dikejar hutang,
kami juga tidak mau punya tetangga seorang penjudi!!! Kami takut tertular."
"Suamiku bukan bandar
togel, suamiku bukan penjudi. Masalah hutang yang melanda kami berdua, kalian
tak perlu bersuara, itu masalah kami,"
"Yang hutang kami berdua, yang akan melunasi pun juga kami berdua. Kenapa kalian rungsing dengan masalah orang yang tak bisa kalian selesaikan. Kalian juga tidak akan pernah terjerat hutang jika hidup kalian tercukupi."
"Yang hutang kami berdua, yang akan melunasi pun juga kami berdua. Kenapa kalian rungsing dengan masalah orang yang tak bisa kalian selesaikan. Kalian juga tidak akan pernah terjerat hutang jika hidup kalian tercukupi."
"Alah... Jangan terlalu
banyak alibi. Kalau bukan penjudi, kenapa suamimu bisa jadi tahanan polisi, kamu
boleh mencintai suamimu sampai mati, tapi membela sesuatu yang sudah jelas
salah itu tak tahu diri!!!" Cela seorang bapak berambut keriting dan berkumis
lebat.
"Asal bapak tahu saja,
suamiku hanya bekerja sebagai pesuruh, bukan penjudi. Tak perlu sampai mengusirku
dan suamiku, toh justru kalianlah para penjudi."
"Jangan asal bicara
kamu Las, tidak ada bukti yang mengatakan bahwa kami penjudi." Sahut Paimin,
bujang tua yang bekerja sebagai staf kelurahan desa.
"Ah kamu Min, aparat
desa tak bermartabat, penjudi sejati yang diselimuti banyak gengsi. Jangan hanya
sembunyi dibalik pintu, buru-buru menggerutu biar orang lain tak tahu."
Semua warga terhenyak
mendengar pernyataan Lasmi, suasana riyuh dan bising warga seketika berubah
menjadi diam dan langsung menatap Paimin.
"Jaga mulutmu Lasmi, jangan
lempar kesalahanmu kepadaku!!!" Balas Paimin.
"Apa yang kalian cari dari mengusirku, ini rumahku jadi terserah aku. Tuhan
tidak akan membalas perbuatan suamiku kepadamu. Urusan kami dengan Tuhanku biar
aku dan suamiku yang menanggung."
"Hati-hati sampean kalau bicara, jangan sampai
Tuhan melaknatmu atas dosa suamimu."
"Biar saja, aku sudah
pasrah. Jika memang malam ini aku dan suamiku mati, jika memang hujan
batu menimpa rumahku, karena hukum langit terbukti,"
"Aku ikhlas, karena sebenar-benarnya yang berhak memberikan sanksi kepadaku hanya Tuhan, Gusti yang mengadakan siang dan malam tanpa henti. Bukan kalian, sekaliber seorang kyai."
"Aku ikhlas, karena sebenar-benarnya yang berhak memberikan sanksi kepadaku hanya Tuhan, Gusti yang mengadakan siang dan malam tanpa henti. Bukan kalian, sekaliber seorang kyai."
"Lihat Las, mulutmu
akan terbukti malam ini."
"Tapi jika aku selamat
bagaimana?"
"Akan selamat pula kamu
dari tuduhan kami, terserah kamu mau hidup disini sampai kapanpun, kami tak
akan risau lagi."
"Baiklah, aku pegang janji
kalian. Biar langit yang mencatatnya."
Pertengkaran sengit antara
Lasmi dan penduduk desa Karang Jati membawa pada sebuah janji. Janji keramat
yang akan membawa mati. Hukum adat sangat lekat bagi penduduk desa. Ibadah
keagamaan mereka pun masih kental dengan budaya peninggalan para sesepuh.
Banyak sekali tradisi
yang mereka lakukan, upacara sesembahan sampai larung saji. Tak bisa dipungkiri
bahwa budaya seperti ini masih sering dikaitkan dengan agama yang dianutnya.
Penduduk desa masih peduli dengan hal-hal demikian. Seperti ada garis lurus
antara budaya dan agama yang tak terelakkan.
***
Penduduk desa
menggunakan akal untuk menghayati sebuah keyakinan dan kitab suci, tanpa menggunakan hati yang sudah mereka terima dari sang Maha Pemberi. Mereka tak mengenal pembaharuan yang marak terjadi, akibatnya banyak
dari mereka yang tak mengerti. Tidak selamanya pembaharuan itu salah, meskipun
kita wajib berhati-hati.
Lasmi tak pernah
mengira akan hidup seperti ini, dia pikir suaminya bekerja sebagai kurir di pasar.
Pekerja buruh gendong yang selalu berangkat pagi dan pulang sore hari untuk
mencukupi kebutuhan isteri.
Lasmi merasa terhomati
dengan uang suci dari Sugeng. Hampir setiap hari Sugeng memberinya uang lima
belas ribu rupiah, meskipun sedikit tidak membuat cinta Lasmi padam. Lasmi pun
membantu suami mencari uang. Lasmi berjualan nasi didepan rumahnya.
Warung
Makan Mbak Lasmi sangat digemari oleh banyak orang,
karena lauk pauk yang disuguhkan sangat menarik, enak dan beragam. Tentu dengan harga yang murah meriah pula. Banyak pembeli memuji masakannya.
Meskipun Sugeng seorang
buruh gendong, dulunya Sugeng adalah pemuda terkenal dengan kharismanya. Dia
adalah seorang santri yang belajar agama dan ilmu pengetahuan di pesantren
Asmaul Husna pimpinan Kyai Hanafi, seorang kyai yang banyak dikagumi.
Kursi pemimpin sebagai lurah desa Karang Jati pun pernah menghampiri, tapi Sugeng tolak dengan alasan takut
tak bisa memegang amanat. Sugeng tak ingin menjadi pemimpin
waktu itu.
Tawaran itu berubah
menjadi desakan sana-sini, banyak warga yang mendesak agar Sugeng menerima jabatan
tersebut. Lasmi sebagai isteri hanya bisa menyemangati agar suaminya mengambil
keputusan tepat.
"Mas, apapun
keputusanmu tidak akan merubah cinta dan hormatku kepadamu. Tapi akan lebih
bijak jika mas Sugeng memikirkannya terlebih dahulu, sebelum Mas Sugeng menolak
mentah-mentah tawaran dari warga."
"Aku merasa tidak
sanggup, Las. Aku belum bisa memimpin diriku sendiri, bagaimana aku akan
memimpin mereka. Menjadi seorang pemimpin itu tidaklah mudah. Aku saja masih terus
berusaha membenahi diri, karena aku juga sudah menjadi pemimpin
dirumah ini sekarang."
"Tapi Mas, ilmu yang
sudah kamu pelajari selama di pesantren merupakan tanggung jawab yang harus
kamu berikan kepada warga juga, kepada desa kita. Jangan kamu pendam sendiri."
"Masih banyak yang
pantas menjadi petinggi, tapi bukan aku Lasmi. Bertanggung jawab atas ilmu yang
sudah aku terima tidak harus menjadi lurah. Banyak hal yang bisa kita lakukan
untuk itu. Mas Sugeng tidak berharap apa-apa, kecuali keutuhan keluarga ini."
"Kalau begitu baiklah,
aku tetap mendukungmu Mas."
"Sudah, Mas Sugeng
berangkat ke pasar dulu, kamu jaga diri baik-baik dirumah."
Harmoni yang begitu
syahdu terpancar dari keluarga sederhana ini, pasangan suami isteri yang belum
dikaruniai seorang anak. Sugeng dan Lasmi tak lantas putus asa, mereka selalu
berusaha agar bisa mendapatkan momongan. Mereka berdua hidup rukun dan bahagia.
Sugeng menjadi pusat
perhatian penduduk desa, banyak sekali yang memuji tapi tak sedikit pula yang
mencaci karena benci. Paimin adalah salah satu teman kecil Sugeng sampai sekarang.
Hampir setiap hari, hampir disetiap acara yang melibatkan keduanya. Sugeng
selalu jadi yang banyak dipuji, sementara Paimin sering dibanding-bandingkan dengannya.
"Lihat itu Sugeng,
laki-laki pintar, bertanggung jawab dan sayang terhadap isterinya. Contoh kepala
keluarga yang patut dijadikan contoh. Tidak seperti kamu Paimin, bujang tua
yang kerjanya cari pelampiasan setiap malam. Penyakit saja isinya." Cletuk
seorang ibu sembari menggendong anak balitanya.
Bak disambar bledek,
Paimin marah dan semakin benci kepada Sugeng. Tanpa henti Sugeng pun mulai melayangkan
aksinya. Paimin sudah tak mau lagi harga dirinya dikecilkan karena Sugeng, yang
dianggapnya sebagai laki-laki lemah tak bertenaga karena belum bisa menghamili sang isteri.”
***
Pagi itu, Paimin
mendekati Sugeng. Paimin meminta Sugeng menghadiri rapat yang akan diadakannya
dirumah pribadi Paimin. Menurut Paimin alasan rapat dengan menggunakan nama
desa merupakan cara jitu yang bisa diterima oleh Sugeng.
Pagi berganti senja,
puluhan burung emprit bercicuit diatas sarangnya, langit menguning dengan
indahnya. Gemercik air sungai mengalir deras. Kerbau, sapi dan ternak lain
mulai digiring kembali ke kandang oleh pemiliknya.
Petani dan pembajak
sawah mulai beriringan pulang bersama, para isteri menyiapkan hidangan dan
suami melahapnya. Silir angin menghembus, dingin mulai meraja lela. Senja berangsur
menjadi gelap.
Cahaya temaran dari
lampu teplok mulai menyala, satu per satu menutup jendela. Sepi, sunyi, hening
suasana malam kala itu. Setapak jalanan mulai dilalui Sugeng. Setelah menempuh
perjalanan yang cukup gelap dan tanah becek yang dilaluinya. Akhirnya Sugeng sampai
dirumah Paimin.
"Kulo nuwun, Mas Paimin..."
"Oh kamu sudah datanng,
ayo-ayo masuk saja."
"Loh kok sepi Mas, mana
yang lain? Katanya ada rapat desa."
"Aku sengaja tak
mengundang mereka, Geng. Aku hanya ingin berdiskusi denganmu saja. Barang kali
kamu bisa memberikan ide dan gagasan baru buat kegiatan yang berguna di desa
kita, tapi Geng, panggil aku dengan sebutana nama saja. Toh kita seumuran kan?" Paimin meyakinkan.
"O alah mas... Jika
memang seperti itu, kenapa tidak tadi pagi saja pas kita bertemu. Waduh Mas, meskipun mas Paimin satu umuran denganku, tapi mas Paimin seorang staf kelurahan yang harus dihormati dan disegani."
"Kan biar lebih enak ngobrolnya, jadi aku sengaja undang sampean dateng tindak mriki. Walah-walah ndandak ngunu barang, yawislah sakpenakmu wae."
"Kan biar lebih enak ngobrolnya, jadi aku sengaja undang sampean dateng tindak mriki. Walah-walah ndandak ngunu barang, yawislah sakpenakmu wae."
"Baiklah mas, kalau
begitu ada apa?"
"Monggo disekecakake penganan lan ombene rumiyen."
"Nggih-nggih mangke kula telaske sedoyo, matur suwun."
Asap rokok kretek
mengepul dari mulut Sugeng dan Paimin, keduanya terlibat pembicaraan yang
sangat serius. Paimin membicarakan program desa yang akan ditawarkan kepada
para penduduk dengan pasti. Sugeng sesekali memberikan saran kepadanya.
Ditengah percakapan,
Paimin tak ragu akan gagasan Paimin yang begitu cerdas. Paimin percaya, jika
gagasan ini dapat dikerjakan, pasti penduduk desa akan menyangjungnya. Tapi
kebencian itu masih ada, Paimin justru semakin benci dan iri. Hatinya mulai
tertutup, akalnya bekerja bagaimana cara menghabisinya.
Obrolan berkembang
semakin panjang dan lebar, sampai tak sadar sudah tengah malam. Mengingat
Lasmi pasti menunggu kepulangannya. Sugeng memutuskan pulang ke rumah. Sugeng pamit
pulang membawa uang desa yang diserahkan kepadanya.
Uang tersebut untuk membeli
sejumlah karung pupuk, bibit tumbuhan dan pembasmi hama di pasar. Sugeng
menerima mandat tersebut. Karena Sugeng merasa hampir setengah waktunya dia
habiskan di pasar. Jadi tidak ada salahnya dia ikut membantu Paimin
membelanjakan uang tersebut.
Malam yang pekat,
dingin yang menusuk kulit membuatnya menggigil dijalan. Sugeng terus berjalan
cepat. Suara hewan malam saling bersahutan menggiring langkah Sugeng semakin
cepat. Gesekan daun-daun kelapa karena angin pun membuat malam menjadi kian
pekat.
Di persimpangan jalan,
Sugeng digerogoti apes dan sial. Dia dihadang oleh sekelompok orang menggunakan
celurit, uang itu dirampas dengan paksa. Sugeng pun diancam akan dibunuh jika
dia berteriak meminta tolong. Sugeng tak bisa berbuat apa-apa. Dia ikhlaskan
uangnya dibawa lari oleh para perampok.
***
Dengan segala
kebingungan dan takut, Sugeng pulang dengan berlari. Dia gedor pintu dengan
tidak hati-hati. Membuat jantung Lasmi berdegup kencang. Sugeng ceritakan
musibah yang menimpanya. Kini kesedihan menyelimuti keduanya. Dari mana mereka bisa mencari uang untuk menggantinya dengan jumah yang sangat banyak dalam sehari.
Sugeng tak punya
apa-apa lagi, sementara kalung dan cincin Lasmi juga baru saja terjual untuk
menutupi cicilan biaya rumah sakitnya yang masih menunggak. Lasmi pernah
terserang demam berdarah, sehingga
membutuhkan perawatan yang cukup intensif.
Sugeng dan Lasmi saling
bertatapan, ada kebingungan dan luka yang mendalam disetiap pancaran keduanya.
Mereka berdua terus berpikir dan berpikir sampai pagi menjelang. Suasana begitu
sangat menegangkan.
Keesokan harinya Sugeng
dan Lasmi memutuskan mengambil pinjaman di Koperasi Simpan Pinjam atau lebih
akrab dengan sebutan Bank tongol.
Kebanyakan orang bilang koperasi jenis ini hanya membuat masalah menjadi
semakin bermasalah.
Koperasi Simpan Pinjam
yang marak dikalangan masyarakat kelas menengah dan bawah ini, merupakan jenis
koperasi yang tidak memiliki ijin usaha koperasi. Pun jika jenis koperasi ini
masih beroperasi, biasanya koperasi tersebut mengantongi ijin usaha yang tidak
berlaku atau ilegal. Bisa saja ada campur tangan oknum didalamnya.
Suku bunga yang dipatok
kepada peminjam pun menacapai 30% sampai 40% dari nominal yang dipinjam. Ini
melibihi suku bunga yang ada di Bank resmi.Tentu koperasi ini menyalahi
ketentuan undang-undang perkoperasian yang berlaku.
Biasanya mereka
menawarkan pinjaman dengan cicilan rendah, jumlah yang harus mereka bayar
mencapai lima ribu per-hari sampai seratus lima puluh ribu per-minggu. Padahal kalau dihitung-hitung mencapai suku bunga yang tinggi.
Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomer 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam
oleh Koperasi, badan hukum koperasi hanya diperbolehkan kepada para anggotanya
saja. Tapi yang terjadi koperasi ini memiberikan pinjaman kepada semua
masyarakat tanpa harus menjadi anggotanya terlebih dahulu.
Ironisnya banyak orang awam menggunakan cara tersebut untuk menutupi kekurangan atau menambah modal usahanya, karena tak dapat dipungkiri dari mana lagi mereka bisa terus melanjutkan hidup yang serba mahal ini.
Ironisnya banyak orang awam menggunakan cara tersebut untuk menutupi kekurangan atau menambah modal usahanya, karena tak dapat dipungkiri dari mana lagi mereka bisa terus melanjutkan hidup yang serba mahal ini.
Siapa yang tahu, nasib
Sugeng dan Lasmi kini berubah. Mereka berdua terjerat hutang piutang. Penghasilan keduanya pun jika digabungkan belum bisa mencukupi biaya hidupnya sehari-hari apalagi untuk membayar cicilan hutang.
Sugeng dan Lasmi harus memulai kerja ekstra, Sugeng jadi jarang pulang. Dia perpanjang waktu kerjanya sampai pagi ketemu pagi. Begitupun Lasmi, pagi dia berjualan nasi, sementara malamnya dia membantu jaga toko obat milik tetangganya.
Sugeng dan Lasmi harus memulai kerja ekstra, Sugeng jadi jarang pulang. Dia perpanjang waktu kerjanya sampai pagi ketemu pagi. Begitupun Lasmi, pagi dia berjualan nasi, sementara malamnya dia membantu jaga toko obat milik tetangganya.
Memang susah mencari
tetangga yang baik, yang tidak pernah peduli mengurusi persoalan suami isteri
yang lain. Apa yang sebenarnya dalam ajaran agama memang tak sebenarnya apa
yang manusia amalkan di dunia. Banyak yang begitu.
Mereka mengaku sebagai
jamaah yang taat, mereka dekat dengan Tuhannya. Tapi hubungan mereka dengan
manusia lain saling adu gengsi. Sekecil apapun masalah yang dihadapi, akan
menjadi lubang yang akan terus digali.
Hutang yang menjerat
Sugeng dan Lasmi terdengar sampai pelosok desa. Mereka kini jadi perbincangan
hangat yang sering digunjingkan orang-orang. Lasmi sudah mendengar kabar itu,
tapi dia tak mau ambil pusing dan peduli.
"Toh kalaupun aku ceritakan
masalah yang sesungguhnya. Apa mereka mau menerima? Apalagi ini menyangkut soal
uang. Mereka tidak akan peduli, justru caci maki dari mereka yang aku terima
setiap hari. Ini tetap akan menjadi omongan sana-sini!" Keluh Lasmi kepada suami.
Semakin hari kondisi
keuangan Sugeng dan Lasmi tak terkendali. Sugeng pun mulai mendapat tawaran
sebagai penjual togel, dengan iming-iming keuntungan yang besar. Tawaran
tersebut datang dari Paimin. Awalnya Sugeng menolak, karena pernah mendengar kabar bahwa polisi sering megadakan operasi. Tapi Paimin lagi dan lagi mulai mendesaknya.
Satu kupon togel berharga
seribu rupiah, setiap kupon hanya bisa diisi dengan satu bilangan, yang teridri
dari; dua angka, tiga angka bahkan empat angka. Jika pemain atau pembeli
berhasil menebak nomer yang keluar, maka mereka akan mendapatkan hadiah dengan
ketentuan sesuai dengan jumlah nomer tebakan yang dipasang.
Togel merupakan
jenis permainan yang bisa membuat banyak orang mabuk kepayang, senang karena
menguntungkan, tapi tak jarang sangat merugikan. Permainan ini sempat mendapat
ijin pemerintah pada tahun 1986.
Meskipun pemerintah
sudah menutup dan menyatakan larangan permainan ini pada awal tahun 1990, masih
banyak kalangan yang menggunakan cara ini mencari pundi-pundi rejeki. Permainan
ini dilakukan secara sembunyi dan hati-hati. Tapi pengelolaannya dilakukan
secara modern dan tersebar sampai kepenjuru negeri.
"Ah aku coba saja
sekali, cukup sekali jika memang apa yang dikatakan Paimin benar. Aku tak perlu
lagi cari uang seperti ini, begitu pun Lasmi. Aku sudah lelah kerja sana-sini, toh aku hanya sebagai pesuruh saja bukan pembeli." Sugeng berbicara sendiri.
Dengan diam dan
sembunyi-sembunyi, Sugeng mengikuti cara Paimin mengais rejeki. Sugeng menjadi
pesuruh orang-orang yang mau membeli togel dengan harga tinggi. Jika nomor
togel itu berhasil keluar, maka Sugeng akan mendapat gaji yang lumayan tinggi
dari pembelinya.
Rata-rata pembelinya
adalah orang-orang kaya yang seharusnya sudah tak perlu lagi mencari uang
dengan cara seperti ini. “Tenyata banyak orang kaya penuh gengsi, mencari
rejeki agar bisa buat iri. Tak pernah puas dengan apa yang diberi Gusti”. Geming
Sugeng dalam hati.
Setelah beraksi Paimin
mendapat upah nyali terlebih dulu, satu pembeli memberikan upah sebesar dua
puluh ribu rupiah. Selebihnya akan diberi gaji setelah nomer togel berhasil keluar
sebagai pemenang.
Dengan riang Sugeng
kembali pulang, dia berhasil mendapat seratus lima puluh ribu rupiah dalam satu
hari. Lasmi menyiapkan makan malam untuk suaminya. Menunya nasi liwet, ikan
asin dan sambal terasi. Makanan tersebut dianggap paling nikmat oleh keduanya.
Saking lelah dan habis
tenaganya untuk bekerja seharian, keduanya makan dengan lahap. Sugeng dan Lasmi
duduk berhadapan sembari bercerita
kejadian apa saja yang mereka temui dan hadapi sewaktu bekerja.
Sugeng berterus terang
dari mana dia mendapat uang sebanyak itu, meskipun Lasmi tidak bisa terima
dengan pekerjaan Sugeng sekarang. Tapi Lasmi mencoba mengerti dan memahami
kondisi yang dihadapi suami. Lasmi kubur rasa kecewa itu dalam-dalam. Bagaimana
pun usaha sang suami harus mendapat puji. Karena siapa yang mau peduli, kalau
bukan isterinya sendiri.
"Apapun yang Mas Sugeng
kerjakan, Lasmi akan menerima dan mendukungnya. Tapi kalau bisa jangan lakukan
itu lagi, Lasmi pegang Janji mas Sugeng,"
"Selain dilarang dan melanggar hukum, Lasmi tidak mau kita berdua menjadi golongan orang-orang yang berputus asa. Orang-orang yang dibutakan jalannya mencari rejeki."
"Selain dilarang dan melanggar hukum, Lasmi tidak mau kita berdua menjadi golongan orang-orang yang berputus asa. Orang-orang yang dibutakan jalannya mencari rejeki."
“Iya Las, Mas janji tidak
akan pernah melakukan ini lagi. Ini cuma sekali, makanya Mas berharap salah
satu nomer yang Mas beli bisa keluar jadi pemenang,"
"Agar Mas mendapat bayaran dan bisa melunasi hutang-hutang kita. Setelah ini selesai, mas akan segera mengakhirinya. Mas sendiri malu, agama yang sudah Mas pelajari jadi tidak ada gunanya."
"Agar Mas mendapat bayaran dan bisa melunasi hutang-hutang kita. Setelah ini selesai, mas akan segera mengakhirinya. Mas sendiri malu, agama yang sudah Mas pelajari jadi tidak ada gunanya."
"Semoga Gusti
memberikan yang terbaik, agar kelak kita bisa menjadi golongan orang-orang yang
baik.Tak perlu disesali Mas, Gusti Maha Pengampun lagi Maha Mengetahui."
"Amiin ya Robb, jika
Tuhan selalu berbelas kasih, Dia tidak akan pernah lupa memberi kasihnya kepada
kita semua."
***
Ayam berkokok, Lasmi
dan Sugeng memutuskan untuk tidak berangkat kerja hari ini. Mereka ingin istirahat
dan menikmati hari. Bercengkrama, memasak makanan yang disukai dengan seadanya.
Pasangan suami isteri ini memaku saling memuji.
Siang sekitar pukul
11.00 WIB, rumah Sugeng dan Lasmi disantroni polisi. Suara Paimin terdengar
sampai ruang televisi. Karena curiga dari mana suara itu datang menghampiri.
Sugeng dan Lasmi keluar rumah.
"Nah, itu dia Pak.
Sugeng si bandar togel yang Bapak cari selama ini. Tangkap dia saja Pak, hukum
dia dengan seadil-adilnya."
"Selamat siang Pak
Sugeng, kami dari kepolisian membawa surat tangkapan sodara atas tuduhan bandar
togel."
"Sebentar Pak, mungkin
Bapak salah orang. Saya bukan bandar togel, saya seorang buruh gendong di pasar."
"Sebaiknya Bapak
jelaskan saja nanti di kantor."
"Maaf Pak, mana bukti
yang mengatakn suami saya seorang bandar togel." Sela Lasmi dengan nada tinggi.
"Sodara Paimin sebagai
saksinya." Sahut polisi bernama Suparman.
"Kurang ajar kamu Min,
kamu khianati aku, ini fitnah... ini fitnah!!!" Teriak Sugeng.
"Tidak ada fitnah, karena
semua ini berdasarkan bukti, sudahlah jangan berkelit, kamu patut diadili." Balas
Paimin.
"Kamu Min, tega sekali
kamu lakukan ini kepadamu suamiku, apa salah suamiku kepadamu." Ucap Lasmi
dengan raut muka penuh emosi.
"Sudah sebaiknya kalian
jelaskan di kantor saja." Suara polisi tak berseragam.
"Lasmi."
"Mas Sugeng... Mas...
Mas Sugeng..." Isak tangis Lasmi membanjiri langkah kepergian Sugeng bersama
Polisi.
Semua warga berkerumun
menyaksikan penangkapan Sugeng, tak ada satupun yang mencoba menenangkan Lasmi.
Semuanya melihat dengan pandangan tajam penuh arti. Kecuali satu tetangga yang
memang sangat dekat dengan Lasmi.
“Sabar Mbak, semua ini
atas kehendak-Nya, ini merupakan ujian bagi Mbak Lasmi dan suami. Semoga kuat
iman dan karena apapun semata-mata untuk menempatkan kalian sebagai makhluk
yang dikasihi-Nya”. Sulastri mencoba menenangkan.
***
Malam itu, malam yang
dipenuhi dengan kabut tebal. Udara dingin berhasil menembus dinding setiap
rumah warga. Suara bledek saling bergemuruh, pertanda akan turun hujan deras.
Angin ribut meringkus tumpukan debu dan pasir. Membuatnya berhamburan dan
beterbangun.
Dalam malam, Lasmi
tetap duduk bersila memanjat doa keselamatan bagi dirinya dan suami. Lasmi
takut jika memang akan turun hujan batu menimpa rumahnya. Lasmi mawas diri, dia
serahkan hidupnya dengan sepenuh jiwa.
"Kepada siapa lagi saya
kembali, kalau bukan kepada-Mu ya Rabbi. Kau yang berhak memberikan sanksi
kepadaku. Aku takut kepada-Mu ya Gusti. Saya dan suami adalah pembuat dosa.
Ampuni dosa kami. Berika kepada kami keadilan-Mu ditanah ini." Lasmi menangis
sesenggukan sampai dia jatuh pingsan, tak ada yang bisa menolong Lasmi. Karena
dia dirumah seorang diri.
Sudah cukup lama Lasmi
jatuh pingsan, Lasmi terbangun dalam kondisi lunglai karena seharian tak makan.
Lasmi bangun dan meminum segelas air putih. Lasmi duduk sambil meratapi apa
yang sedang terjadi.
Suara detik jam dinding
menemani sunyinya Lasmi, Lasmi melihat cahaya matahari masuk melalui fentilasi.
Lasmi teringat dia jatuh pingsan semalam tadi. Dan sekarang dia terbangun tanpa
luka sedikitpun yang ada ditubuhnya. Lasmi bergegas keluar rumah.
"Wahai penduduk desa
Karang Jati, lihatlah apa yang terjadi! Tak ada luka sedikitpun. Tuhan menyelamatkanku
dari tuduhan kalian kepadaku. Bukti Tuhan lebih utama dari pada bukti-bukti
kalian, Lihatlah, apa yang akan kalian cari lagi,"
“Apa yang kami alami
adalah apa yang kami hadapi, bahkan kalian tetangga yang harusnya peduli tapi
justru mencaci setengah mati. Kutukan keramat dan adat yang ada didesa ini,
jelas tak terjadi”.
"Tak ada sesaji dirumah
kami, aku berdoa larut malam sampai jatuh pingsan. Aku berdoa dengan sepenuh
hati, meminta belas kasih sang Gusti. Lihatlah, lihat....!!!"
Suasana desa menjadi
hening menyaksikan Lasmi berseru didepan rumahnya, air mata pun tak luput
meembanjiri pipinya. Semua warga tertegun berdiri kaku melihat apa yang
terjadi. Hukum keramat yang mereka percaya, benar-benar tak terjadi.
Dari kejauhan terdengar suara teriakan memanggil nama Lasmi, semua menjadi semakin bingung, saling memandang
dan bertanya-tanya. Lasmi yang mengenal suara itu menjadi semakin tak karuan,
rasanya tumpah ruah dan akhirnya menangis lagi.
Tapi lama-lama suara
itu semakin dekat, sampai batas penglihatan manusia, mulai muncul Sugeng sedang
berlari memanggil-manggil nama Lasmi. Dia berlari menuju arah Lasmi. Lasmi
berdiri dan kaget melihat suami bisa kembali.
"Lasmi...."
"Mas Sugeng... Mas Sugeng..."
"Lasmi aku bebas dari
tuduhan tersebut, bahkan aku dapat ganti rugi." Lasmi dan Sugeng saling
berpelukan dengan erat, melepas bahagia bisa bersama lagi.
"Matur sembah nuwun Gusti... Engkau tunjukkan kepada kami sebenar-benarnya
bukti." Doa Lasmi.
"Tadi pagi aku dilepas
dari tudahan yang ditujukan Paimin kepadaku, karena aku tidak terbukti menjual
togel apalagi berperan sebagai bandarnya. Memang aku pernah membeli, itupun
sebagai pesuruh saja, tapi tak ada bukti aku pernah membeli, jadi aku
dilepaskan,"
"Justru sekarang polisi
yang akan mengangkap perbuatan keji Paimin, dialah bandar togel yang
sebenarnya. Dan yang merampok uangku ditengah perjalanan pulang juga anak buah
Paimin. Jadi aku bebas dari tahanan dan menuntut balas keadilan. Selain akan
dibui dia kutuntut ganti rugi."
Semua warga merasa
sangat malu telah menuduh pasangan suami isteri ini, mereka sadar bahwa
kebahagian Sugeng dan Lasmi memang sejati. Hidup sederhana dan menikmati apa
yang diberi dari Sang Maha Pemberi dengan syukur nikmat. Menjual diri dengan
gengsi demi sebuah tendensi, akan mengakibatkan luka hati. Entah persidangan
negeri atau akhirat nanti.
~
sampun ~
Subscribe to:
Posts (Atom)