KOMA

Disebut apa, sebuah negara karut yang masih ngecer kehidupan. Sebut saja negara X. Negara yang memiliki luas wilayah terbesar di dunia, kekayaan yang beraneka rupa dan beragam membuat negara ini sangat eksotis dan fantastis. Banyak sekali negara lain tergiur akan sumber daya alam yang ada disini. Negara ini dipimpin oleh seorang presiden yang bernama Bapak Hj. Ir. Dr. Slamet Budi Yokulo sebuah nama yang mencirikan seperti seseorang yang patut dihormati dan disegani, padahal cuma sampah! X memiliki banyak penduduk, tak jarang pemerintah merasa kewalahan mengatasi mereka. Persepsi yang cukup adil.

Presiden Slamet Budi Yokulo menjabat tihtah kepresidenan selama dua periode, selama itu ada seorang penulis artikel yang rajin membuat kritikan mengenai kepemimpinanya di salah satu koran lokal. Namanya Sungai, seseorang yang sedang galau karena ditinggal pacarnya. Sungai sangat membenci X, tapi dia selalu berusaha berjuang habis-habisan untuk negara yang sudah menjadi tempat lahirnya. Mungkin X sedang apes karena Sungai akan terus semakin menggila selama pacarnya tidak ada didekatnya. Menurut Sungai menulis artikel adalah permainan menarik yang bisa membangunkan dia dari keterpurukan. Sungai torehkan cinta kasihnya untuk negara dengan bergabung bersama kawanan pemuda peduli HAM.

Ditengah kesibukan Sungai sebagai seorang penulis artikel dan kegiatan barunya sebagai seorang orator ulung, Sungai masih belum juga bisa melupakan sosok pacarnya. Sungai terus menanti dan berusaha mengirim teks pesan lewat telephone genggamnya, namun tidak pernah ada balasan.

Suatu ketika Sungai berhasil menemui pacarnya disebuah ruang persegi panjang berukuran sedang. Tidak ada kata yang bermakna kecuali semburat senyum darinya. Sungai tidak mengerti apa arti dibalik senyuman itu. Sungai hanya bisa menelan rasa penasaran, sebetulnya apa yang sedang dia rasakan dan dia pikirkan untuknya. Sungai merasa kenapa ada seseorang yang begitu mudah meninggalkan seseorang. Sungai masih belum bisa menerima kenyataan.

Ketika teman-teman dekatnya memaksa Sungai untuk segera mengakhiri perasaannya, Sungai masih saja yakin dengan intuisinya. Sebuah perasaan yang tidak bisa dijelasakan kepada siapapun.

Sudah 23 tahun Sungai menetap di X, tapi selama itu pula Sungai belum melihat adanya identitas sebuah bangsa. “Bagaimana mau dikenal, jika pemerintahnya  antek para kapitalis asing!!!” Gerutu Sungai. Sungai sudah mengenal banyak hal dan orang. Sungai pernah membacakan puisi yang berjudul Kapal Terbang saat taman kanak-kanak, Sungai pernah menjadi seorang pengamen jalanan bersama teman-temannya tempo dulu, Sungai pernah menjabat sebagai ketua OSIS pada saat SMA, Sungai juga sempat membangun sebuah komunitas yang konsen pada masalah lingkungan disekitar komplek, Sungai pernah dinon-aktifkan sebagai ketua kesenian di Karang Taruna karena fitnah tak bertanggung jawab dari beberapa anggota yang sirik akan keberhasilan rancangan kerjanya pada awal kepemimpinanya.

Sekarang Sungai ditugaskan oleh ketua redaksi untuk menuliskan beberapa artikel mengenai isu hangat tentang dunia politik di X. Seperti sebuah peruntungan karena melalui tulisan Sungai bisa mencurahkan segala penat dan emosi jiwa yang menderanya.

Tidak begitu sulit karena Sungai sering mengadakan dialog terbuka bersama teman-teman seperjuangannya, mereka saling bertukar pikiran dan saling mengutarakan pendapat untuk menentang keras keputusan pemerintah yang kurang adil untuk rakyat.

Siang hari  dikota X-tra Large ibukota negara X begitu panas, banyak sekali kendaraan yang berlalu lalang, Sungai berdiri dengan memegang toa ditengah kerumunan teman-teman aktifis lainnya. Mereka menyerukan kebijakan pemerintah yang membuat rakyat menjadi makhluk paling bodoh akan ketidaktahuannya mengenai keadaan X yang sesungguhnya. Sudah terlalu banyak kekayaan alam yang X punya dijual kepada negara asing oleh pemerintah X. Sungai berseru “Jangan jadikan kami sebagai penumpang ditanah kami sendiri!!!” dengan muka yakin penuh arti.

Demonstrasi itu berlangsung ditengah terik panas matahari selama empat jam yang kemudian ditutup dengan doa bersama, semoga X menjadi negara yang makmur dan sejahtera. Malam harinya Sungai harus kembali menulis karena besok pagi naskah artikel harus dicetak untuk dipublikasikan.

Sungai menuliskan pengalaman pribadinya sebagai seorang orator dan aktifis, Sungai menambahkan beberapa masalah krusial dan serius yang terjadi di X seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Sungai juga menuliskan kasus pembunuhan misterius salah satu teman perjuangannya yang mati akibat diracun oleh seseorang dan sampai sekarang belum ada titik temu hukum yang adil.

Presiden X sepakat dengan jajaran parlemen untuk menutup semua kesalahan pemerintah dengan beberapa skenario yang sudah mereka siapkan. Banyak korban yang menjadi tersangka, banyak pula aktifis yang mati dibunuh diam-diam.

Rakyat kini sedang susah, biaya hidup yang mereka butuhkan semakin tinggi sementara kesejahteraan mereka jauh pada kecukupan. Banyak sarjana menganggur karena sempitnya lapangan pekerjaan, banyak para ahli hijrah ke negara luar, bukan karena tidak nasionalis, jika mereka bertahan disni, apa yang dia punya akan sia-sia. Pemerintah kurang cermat menempatkan mereka. Sangat ironi dan menyedihkan.

Apa bedanya pemerintahan sekarang dengan dulu, kalau hutang negara masih saja menumpuk. Presiden X menstabilkan ekonomi dengan cara yang membuat siapapun merasa jijik dan ingin segera memuntahkan isi perutnya ke muka mereka. Presiden Slamet Budi Yokulo hanya bisa mengerutkan dahi dan menebalkan make-upnya tebal-tebal untuk mencari sokongan dana ke negara asing.

Lantas setelah bangsa ini banyak hutang, apakah kemudian yang menghutangkan kita akan menjajah kita kelak, meskipun status merdeka sudah X pegang sekarang. Tidak ada yang tahu, namun seperti sebuah kepastian. Mereka jauh lebih siap dengan sumber daya alam yang X punya dari pada X sendiri. Kenapa begitu???

Sungai sangat membenci kemunafikan, Sungai tidak pernah gentar membuka mulutnya menyuarakan keadilan. Sungai sangat menyukai sastra, Sungai sering membaca puisi tapi tidak pernah mau mencoba menulis puisi, menurutnya menulis puisi itu sangat susah. Pernah suatu ketika Sungai menjenguk pacarnya yang sedang berselimut tebal karena sakit, Sungai hanya membawa buah murahan karena tidak cukup banyak uang, pacarnya memberi senyuman dan sedikit berpuisi. Sungguh romantis kala itu. Kala itu...

Jika pemerintah X mengecer kehidupan kepada rakyatnya, Sungai merasa tececer oleh pacarnya. Persamaan yang teramat sangat menyedihkan bagi keduanya. Sungai merasa hatinya sedang koma, sungai merasa masih ada kehidupan diluar batas komanya. Sungai masih sering menjumpai pacarnya pada alam yang berbeda ditengah hatinya yang sedang koma. Perasaan ini disebut koma, perasaan yang masih bisa bersambung dengan kata penghubung atau ajakan. Perasaan yang juga bisa seketika hancur dengan kata dan tanda seru. Sungai tidak tahu. Seperti ada tumpang tindih diantara koma, sebuah kalimat ringan namun banyak arti. X terus menjadi gempuran perasaan oleh hati yang sedang koma. Tidak ada yang bisa memastikan keadaan keduanya kecuali bersungguh-sungguh.

Hari berlalu dengan kesibukan Sungai sebagai seorang penulis dan aktifis, Sungai sangat membenci kopi, disetiap begadangya tidak pernah minum kopi. Dia hanya bertahan dengan air putih dan egg roll kesukaanya sepanjang malam sebagai pencegah rasa kantuk.

Sungai tidak merokok karena membenci asap rokok tapi dia tidak pernah menyuruh pacarnya berhenti merokok, Sungai tidak pernah menyediakan asbak, namun pacarnya menyediakan asbak sendiri di kamar tidur Sungai, agar dia tidak perlu bersusah payah membuang abu dan puntung rokoknya.

Kasus pelik yang menimpa X membawa Sungai untuk kembali sibuk dengan orasi dan perjuanganya memperjuangkan hak rakyat. Sungai bersama teman-teman aktifis lainnya berkumpul di sebuah rumah tua milik salah satu pejuang HAM pukul 02.00 dini hari. Suasana mencekam karena salah satu rumah kontrakan teman Sungai yang bernama Sulastri disantroni oleh sekelompok preman yang merusak semua peralatan rumah dan mencuri file tulisan artikel yang berisi tentang kritik tajam presiden dimana tulisan tersebut dapat merusak citra baik sang presiden X jika tersebar. Beruntung pada saat itu Sulastri tidak ada di rumah karena dia tengah sibuk mempersiapkan penelitiannya di rumah Kaspari yang lokasinya tidak begitu jauh dari rumah kontrakan Sulastri. Mengetahui hal itu, Sulastri langsung melaporkan kepada pihak yang berwajib. Namun Sungai dan teman-temannya tidak yakin kalau polisi bisa berhasil mengungkap kasus tersebut.

Kejadian ini sangat memprihatinkan, dimana pemerintah menghantui kehidupan para aktifis untuk dijadikan bulan-bulanan buronan mereka. Sungai memutuskan untuk mengungsi sejenak ke rumah salah satu temannya, namanya Kemuning. Dia bukan seorang aktifis melainkan seorang Human Performence di salah satu perusahaan telekomunikasi. Selain untuk mengamankan diri, Sungai ingin sejenak beristirahat dari segala remuk yang ia rasakan selama ini.

Ditengah keputusasaan Sungai mencoba menghubungi pacarnya untuk sekedar bilang bahwa dia sedang dalam kondisi yang tidak baik, Sungai ingin sekali bertemu dengannya. Tapi lagi dan lagi tidak ada jawaban. Sungai menghela nafas panjang sembari merebahkan tubuhnya ke kasur dengan raut muka yang sangat sedih. Kemuning menawarkan semangkuk mie rebus pakai telur yang sudah ditaburi potongan cabe rawit. Dalam lamunannya Sungai dikagtekan oleh suara Kemuning “Heh!!! Ayo neng dimakan mienya sebelum dingin.” Tidak perlu menunggu lama lagi Sungai langsung menyantap semangkuk mie tersebut dengan lahapnya. Setelah kenyang Sungai tertidur pulas karena saking lelahnya terbebani pekerjaan dan desakan dari beberapa pihak untuk berhenti menjadi aktifis.

Sungai sangat merindukan pacarnya, tapi apa mau dikata lagi, menit dan detik berbicara lain. Setelah kondisi kembali aman semua para aktifis kembali berkumpul untuk mengadakan diskusi besar dengan melibatkan beberapa tokoh penting di X yang mempunyai tujuan sama yaitu memerdekakan rakyat dari kebodohan akan ketidaktahuan keadaan X yang sebenarnya.

Perjuangan Sungai membela HAM tidak pernah berhenti dimakan ketakutan, semangat menulis Sungai tidak pernah pudar, kisah cinta Sungai juga tidak pernah habis ditelan kesedihan. X bukan hanya nama tempat yang sudah mendapat pengakuan saja melainkan sebuah tanda akan ada kehidupan selanjutnya setelah itu, layaknya sebuah koma.

X tidak hanya mengenalkan Sungai kepada serakahnya para pemimpin, piciknya para petinggi dan liciknya para pengusaha kelas kotor. X mengenalkan Sungai pada ketulusan dan kesabaran akan cinta. Keadaan ini Sungai sebut sebagai koma, koma yang justru membangunkan tidur panjangnya dari kebutaan dan kebuntuan perasaan. Kepada cinta yang disebut “KOMA”

2 comments:

Post a Comment