Panggung 1
Situasi 1 :
Suasana malam hari, bermula dari keadaan hening dan sunyi. Seorang wanita
tampak, duduk dengan khidmat melihat langit-langit seolah sedang berpuisi
dengan dinginnya angin malam. Suara angin menderu berirama mengikuti puisi jiwa
dari lamunan sang wanita.
Realitas
Panggung : Lampu temaran muncul, menerangi panggung (diam sejenak selama 5
menit). Lamat-lamat seiring dengan keheningan yang tercipta diatas panggung,
petikan bait puisi terdengar “Biarkan cinta menyeru” 10 kali (seolah sedang
membaca mantra nan lembut, berangsur histeris penuh tekanan).
Situasi 2 :
Mendangar suara jiwa penuh tekanan nan histeris, membuat sang wanita tampak
galau lalu meronta kemudian menangis, kemudia dia terjatuh menggelepar dari
kursinya.
Koor (terdiri
dari beberapa orang) : “A... a... a... a...” Membentuk irama yang mencekam,
lambat laun makin cepat.
Panggung 2
Situasi 1 :
Suasana siang hari, cuaca agak mendung, sejuk disertai dengan angin semilir.
Seorang pria terlihat duduk dibawah pohon sambil membawa buku dan pena seperti
sedang menulis puisi, disertai dengan gitar disampingnya. Sang wanita melihat
dari kejauhan dibalik pohon, sang wanita terus melihatnya, dia terpesona dengan
sang pria.
Realitas
panggung : Lampu kuning menyala terang, iringan musik terdengar.
Situasi 2 : Sang
pria melihat ada seseorang sedang mengintainya, sang pria berdiri menghampiri
wanita itu. Sang pria menariknya, lalu bertanya “Ada perlu apa kamu
mengintaiku?” kata sang pria. Sang wanita malu bercampur takut, sang wanita
kebingungan sampai dia tidak mampu berkta-kata. Sang pria bertanya lagi “Kenapa
wajahmu memerah pasi? Apa kamu baik-baik saja?”. Sang wanita makin kebingungan,
akhirnya dia lari meninggalkan sang pria tanpa sepatah kata apapun. Sang pria
heran melihatnya, sang pria berteriak “Apa aku ini monster sampai membuat wajah
cantikmu memerah pasi!?” Sang wanita berhenti lalu menoleh dan menggelengkan
kepalanya sambil sedikit tersenyum.
Panggung 1
Situasi 4 : Sang
wanita gusar memikirkan sang pria, tersenyum bahagia merasakan sepoi cinta yang
merasuk hatinya. Sedikit menghela, puas dan lega terasa.
Realitas
Panggung : Suasana seolah menjadi indah dengan iringan lagu cinta.
Panggung 2
Realitas
Panggung : Lampu menyala terang.
Situasi 3 : Sang
pria berdiri melihat sang wanita berlari menjauh darinya, wanita kedua muncul
dari belakang sang pria. Mereka sudah saling mengenal dan sedikit berbicang
tentang novel cinta. Wanita kedua pamit untuk pulang menemui temannya. Keduanya
pergi meninggalkan panggung 2.
Panggung 1
Situasi 5 :
Wanita kedua muncul dari belakang, mencolek wanita pertama, kemudian mereka
berdua saling berpelukan merasakan hangatnya cinta yang keduanya rasakan pada
sang pria (musik berhenti)
Situasi 6 :
Dialog
Wanita pertama : "Baru kali ini aku merasakan cinta yang teramat dalam, sangat berbeda dari yang
sebelumnya. Tatapannya, tutur katanya membuat naluriku akan cinta deras
mengaliri hatiku. Seorang pria yang menjelma menjadi pujangga, pujangga cinta."
Wanita kedua : "Pria yang aku jumpai barusan menuliskan sebuah puisi dalam lembar suratnya, puisi
itu karya sastrawan besar, sang pujangga dari tanah persia. Selain penyair dia
juga tokoh sufi yang berpengaruh di zamannya, dia lahir pada 30 September 1207
Masehi di Balkh sebuah kota kecil di kota Khurasan, Afghanistan. Dia adalah
Jalalludin Rumi. Kerana Cinta"
Situasi 7 :
Wanita kedua berdiri membacakan puisinya dengan penuh perasaan dan yakin akan
cintanya. Sementara wanita pertama mendengarkanya begitu khidmat. Melodi cinta
mengalun merasuk sukma keduanya.
Realitas
Panggung : Suara petikan gitar nan romantis terdengar lembut mengisi panggung.
KERANA CINTA
Jalalludin Rumi
Jalalludin Rumi
Kerana cinta
duri menjadi mawar
Kerana cinta
cuka menjelma anggur segar
Kerana cinta
keuntungan menjadi mahkota penawar
Kerana cinta
kemalangan menjelma keberuntungan
Kerana cinta
rumah penjara tampak bagaikan kedai mawar
Kerana cinta
tompokan debu kelihatan seperti taman
Kerana cinta api
yang berkobar-kobar jadi cahaya yang menyenangkan
Kerana cinta
syaitan berubah menjadi bidadari
Kerana cinta
batu yang keras menjadi lembut bagaikan mentega
Kerana cinta
duka menjadi riang gembira. Kerana cinta hantu berubah menjadi malaikat
Kerana cinta
singa tak menakutkan seperti tikus
Kerana cinta
sakit jadi sehat
Kerana cinta
amarah berubah menjadi keramah-ramahan
Situasi 8 :
Dialog
Wanita Pertama : "Siapa laki-laki yang begitu romantis mengirimkan puisi sebagus itu kepadamu?
Aku sangat tersentuh akan kata-katanya, mencabik dan menggerus habis semua
perasaanku kedalamnya.
Wanita Kedua : "Pria yang selalu, menggendong gitar dan membawa buku beserta penanya kemanapun
dia pergi."
Situasi 9 : Bak
suara petir melenggang disebelah telinganya, sang wanita kaget bukan kepalang,
ditengah kecamuk rasa sedih, sang wanita berusaha menutupinya dari wanita
kedua.
Realitas
Panggung : Lampu merah menyala berkoar, suara musik mengalun mencekam dan
meneganggakan. Terdengar suara jiwa “Mulut ini bersuara, mata ini menangis,
hati ini menjerit. Lenyap bagai titisan dewi suri dibawa lari. Sampaikan penuh
luka ke kaki yang melulu hendak berlari walau kadang minim nyali. Sayup rindu,
semilir hampa, samudra harap, muara asa. Mengalir seiring namun tak pernah
terjumpa” Koor : “A... a... a...”. Suara melambat dan berangsur cepat.
Realitas Panggung : Lampu padam, kemudian terdengar suara dentuman keras, lampu merah dan kuning menyala berebutan.
Situasi 10 : Teriak suara mantra dengan lantang "Biarkan cinta menyeru, biarkan cinta menyeru, biarkan cinta menyeru..." memasuki panggung. Mendengar suara itu, wanita merasa semakin sedih dan sakit, semakin terdengar wanita pertama akan semakin meronta berteriak seperti orang sakau, hampir gila.
Realiats Panggung : Lampu padam sejenak, kemudian menyala bersama alunan musik syahdu.
Situasi 11 : Wanita muncul duduk bersila di ketinggian dengan perasaan yang remuk dan sedih.
~The End ~
0 comments:
Post a Comment