"Aku ditelantarkan seperti gembel yang biasa tidur di emperan toko." Gerutu kakek tua. Tulang kakinya keropos, tapi dia selalu ingin tampak menarik bak seorang raja yang punya banyak kharisma. Lambungnya bocor membuatnya sering merasa lapar. Lele goreng jadi menu wajib yang harus disantapnya.
Menurut hasil
laboraturium, kadar albumin yang dimiliki kakek tua sangat rendah. Jika ini
dibiarkan maka akan terjadi hal yang lebih menguras biaya, karena untuk sekali
suntik membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Untuk mengantisipasi
hal tersebut, setiap hari kakek tua dianjurkan mengkonsumsi ikan lele oleh
dokter. Ikan lele memiliki banyak kandungan, salah satunya untuk menstabilkan
kandungan albumin dalam tubuh kakek tua. Meski bosan dan muak, sepiring ikan
lele selalu saja menemaninya.
Makan, mandi, nonton tv
dan sholat hanya bisa dia lakukan di atas kasur busa warna jingga. Kasur itu
ada disebelah jendela di dalam rumah tua. Temboknya dipenuhi memar dan luka. Didalam
rumahnya tak ada benda kecuali raga setengah putus asa.
Semangat hidupnya
sirna, yang dia inginkan hanya mati saja. Tapi Tuhan tak lantas mencabut
nyawanya. Tuhan ingin menyaksikkan sejuta pasang sabar dan ikhlas darinya. Dia
merasa hidupnya terlunta-lunta. Dia merasa tak ada yang mengurusi dan sayang
kepadanya.
Hal maklum yang
dirasakan oleh setiap orang tua renta, sebesar apapun usaha anak dan cucunya
mengobati penyakitnya. Perasaanya akan tetap sama, sama seperti para tua renta
yang tidak ada mengasihinya.
Anak perempuannya
selalu berusaha, cucunya dengan sepenuh jiwa berbakti kepadanya. Tapi dia tetap
merindukan anak laki-laki pertamanya yang entah sedang berbuat apa. Anak
laki-laki yang setiap berjumpa mengobral kekayaan semu, tapi semua itu hanya
angan-angan belaka.
Tenaga dan pikiriannya
selama bekerja dan berumah tangga habis termakan usia. Dia sekolahkan anak
laki-lakinya sampai perguruan tinggi. Dengan harapan agar mereka bisa jadi
sarjana, tapi sayang sungguh sayang, tak satupun dari mereka meraih gelar
sarjananya.
Anak perempuannya
memilih bekerja sebagai guru honorer setelah lulus dari sekolah perguruan. Dia
bertekad menjadi seorang guru yang ahli dibidang bahasa, karena memang tak
diberi biaya untuk melanjutkan studinya seperti kakak dan adik laki-lakinya.
Tapi sekarang justru
anak perempuan yang mampu berhasil memakai toga dan meraih gelar sarjana. Predikat
sebagi guru resmi sudah lama ditangannya, dedikasinya menjadi seorang guru
berhasil mencetak banyak muridnya menjadi juara.
Lima tahun sudah kakek
tua meninggalkan pekerjaanya, rumah yang dulunya terlihat paling kokoh sekarang
berubah menjadi hampir roboh. Banyak tetangga yang bertanya dan bicara ini dan
itu. Rumah dan isinya tak lagi sama seperti sedia kala.
Cucunya terus berusaha
menjelaskan keadaan, agar sang kakek mau mengerti dan paham. Tapi cucuran air
mata terus membanjirinya. Isterinya tak peduli dan tak mau ambil pusing. Anak
pertamanya apalagi, tak pernah sedikit pun tenaga, pikiran dan uangnya keluar
untuk mengurusi kakek tua.
Sementara anak
laki-laki keduanya tengah sibuk menata rumah tangga yang baru saja dirajutnya.
Tapi dia masih ada usaha, selama ada rejeki dia kirim uang untuk membantu kakak
perempuannya membeli kebutuhan obat dan vitamin.
Malam demi malam
dilalui sang cucu dan kakek tua bersama-sama. Kadang sang cucu merasa ada yang
aneh, kakek tua selalu menyebut-nyebut ada seorang perempuan cantik
dibelakangnya.
Kakek selalu berpesan
agar tamunya itu diperlakukan dengan ramah dan sopan, tapi siapa? Cucu menduga
kalau itu hanya halusinasi kakeknya saja. Kejadian itu berlangsung selama
setahun lamanya. Hanya karena ingin menemuinya, kakek tua selalu minta untuk dimandikan.
"Kalau perempuan cantik itu memang ada dibelakangku, dia tahu kalau kakek sedang sakit. Jadi dia akan paham kalau tengah malam begini, tidak mungkin bagimu untuk mandi, lihatlah ini jam satu pagi." Sembari menunjukkan jam, setelah mendengar penjelasan dari cucunya, kakek tua merasa nyaman.
Sore itu, seperti biasa
sang cucu memandikan kakeknya dengan sepenuh hati. Dia bersihkan semua keringat
dan kotoran yang melekat tubuhnya. Dia mandikan kakeknya dengan air hangat
menggunakan waslap. Dia rapikan tempat tidurnya seorang diri. Dia pakaikan
pempers, sarung dan kemeja kaos dengan hati-hati dan sabar.
Biasanya kakek selalu
minta makan dan minum setelah mandi, tapi kali ini tidak. Tidak sama sekali,
padahal setiap sore dia selalu cerewet merengek kudapan enak sebagai nyamikkan
seperti seorang balita meminta bubur roti dari ibunya.
Sang cucu melihat ada
semburat cahaya penuh makna. Karena khawatir terjadi apa-apa, cucu kakek tua
melaporkan itu kepada ibunya. Dengan langkah penuh pasti, ibu dan anaknya
menghampiri singgasana raja. Raja bagi isteri, anak dan cucu-cucunya.
Nafas kakek mulai
tersengal, matanya tertutup dan tangannya sedakep seperti sedang bersiap. Sang
ibu menuntunnya dengan doa dan dzikir. Mulut kakek bergerak-gerak, meskipun tak
terdengar suara apa yang terucap. Gerak bibirnya mengisyaratkan dia sedang
berseru nama Tuhan yang diyakininya.
Tak butuh waktu lama,
setelah kakek dinyatakan koma oleh dokter yang dipanggil anak perempuannya
kerumah. Kakek tua menghembuskan nafas terkahirnya. Suara tangis dari anak
perempuan mengiringi kepergiannya.
Sang cucu hanya terdiam,
didalam hatinya dia berdoa. "Pergilah engkau ke sisi Tuhan-Mu, yang
menghidupkan dan mematikan. Pergilah dengan bekal ihklas dan sabarmu. Semoga
kau bahagia disana."
0 comments:
Post a Comment