Duduk Satu Meja


Biasanya orang mengutarakan ini karena dia mengalami itu, orang berkata itu karena dia merasakan ini. Aku mengenal dekat dengan mereka, mereka yang sedang bercerita dibalik meja. Begitu fasih terdengar, suara mereka menelusup dikedua kupingku, kemudian suara-suara itu sedikit berlari kencang, lalu menyelip liang telinga hingga akhirnya sampai ke dasar hati. Suara itu tiba dengan segala macam bentuk dan problema. Hati ini bisa merasa apa yang mereka kata, hati ini juga selalu berdoa apa yang mereka uja. Karena mereka berkata cinta.

Suara bangsi disetiap mulut manusia berpadu dengan sudut pandang masing-masing, setiap manusia akan jatuh cinta, teriak bersama. Aku pun jatuh cinta, aku jatuh cinta kepada seseorang yang berhasil menggetarkan jiwa, yang berhasil membuatku susah lupa akan sosoknya, dalam sukma aku berkata.

Sebelahku tidak mengucap apa-apa kecuali jeritan letihnya akan cinta, dia selalu bilang mengenai syarat dan alasan mengapa bercinta. Seperti tidak ada ketulusan apapun dalam memaknai perasaanya kepada yang dicinta, jika angin bisa mengusir debu pada tumpukan kayu, hujan memberinya kelembutan dan keromantisan pada pribadinya, itulah dia menurut cara pandangnya.

Didepannya tampak semburat rasa sendu tentang cinta, cinta adalah bertaruh, katanya. Pernah tidak kita berdiam diri, mengintip roh yang menggelayut di sekujur tubuh. Pernah tidak kita menanyakan kabarnya? Pernah tidak kita bertanya kepadanya tentang diri dan cinta?  Mustahil roh itu akan menyapa dan menjelaskan cinta kepada kita. Hal itu sama persis apa yang tergambar dalam dirinya. Dirinya yang bertubuh mungil itu, dirinya yang selalu bertanya namun tidak ada apa-apa. Dia melontar kata penuh makna kepada sesama, sesama yang sedang jatuh cinta. Dia mengirim perasaanya menuju hidup yang lebih bermakna kepada sang pujangga, yang kubaca itu janjinya.

Sejauh mata ini melihat, mata ini tidak bisa menembus sorot mata dengan alis tebalnya. Sejajar dan aku melontar banyak tanya kepadanya. Aku rasa dia sedang jatuh cinta kepada siapa yang tak kuduga. Aku hanya ingin membaca pikirannya, tapi tertutup oleh angkuhnya. Sejatinya dia adalah seorang pujangga.

Cinta tidak hanya membawa kita pada kebahagiaan, cinta turut menguji manusia. Seberapa dahsyat perilaku manusia karena cinta, olehnya maupun kepadanya. Kita sedang berbisik, kita sedang duduk di bangku yang sama dengan asyik. Karena kita juga merasakan cinta yang sebenarnya. Cinta yang menghanyut sukma sedikit berbicara, cinta yang melembutkan jiwa, cinta yang dijanjikannya serta cinta yang membuatnya menjadi pujangga. 

0 comments:

Post a Comment